Para Taipan Mulai Bangkit, Jor-joran Ekspansi Saat Covid Reda

Putra, CNBC Indonesia
07 June 2021 11:35
bursa saham
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak pandemi virus Covid-19 terjadi pada akhir kuartal pertama tahun 2020, ekonomi Indonesia dibuat berantakan. Banyak yang memperkirakan Indonesia bakal jatuh ke jurang resesi yang pertama kalinya sejak Krisis Moneter tahun 1998.

Tercatat sudah setahun lamanya Produk Domestik Bruto (PDB), yang biasanya menjadi ukuran pertumbuhan ekonomi, terkontraksi tepatnya mulai kuartal II-2020,  ekonomi domestik ambruk 5,32% selanjutnya setelah kembali terkontraksi pada Q3 di tahun yang sama maka resmilah RI jatuh ke jurang resesi.

Dua kuartal selanjutnya juga tercatat meski kontraksi mulai membaik dengan kontraksi masing-masing 2,19% dan 0,74%, akan tetapi ekonomi RI masih belum mampu tumbuh sehingga gelar resesi masih belum mampu dicopot RI.

Meskipun demikian kemungkinan besar kuartal kedua tahun 2021 akan memberikan kepastian Indonesia sudah resmi keluar dari jurang resesi. Hampir seluruh lembaga kredibel dunia baik dari dalam dan luar negeri memprediksi ekonomi RI akan mampu tumbuh di Q2-2021.

Bahkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani tak tanggung-tanggung menyebutkan bahwa ekonomi RI di kuartal kedua ini akan mampu tumbuh 8 hingga 9%. Singkat cerita keluarnya RI dari jurang resesi sudah di depan mata dan pertumbuhan ekonomi 'gila-gilaan' paling tidak karena low base effect dan pent up demand siap menanti di depan mata.

Hal ini tentu saja siap dimanfaatkan dengan baik oleh para konglomerat Tanah Air. Taipan-taipan yang sebelumnya pada tahun lalu menahan diri untuk berekspansi karena ketidakpastian ekonomi sudah mulai menggelontorkan dananya untuk mengembangkan bisnis.

Siapa saja taipan-taipan tersebut ?

BERSAMBUNG KE HALAMAN BERIKUTNYA >>>

Pertama ada Salim Group yang merupakan konglomerat 'Old Money' Indonesia. Diam-diam bos besar Grup Indofood Anthoni Salim menambah kepemilikan atas saham emiten data center milik pengusaha teknologi Toto SugiriPT DCI Indonesia Tbk (DCII) dari semula 3,03% kini menjadi 11,12%.

Menurut daftar pemegang saham di atas 5% yang dipublikasikan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per 2 Juni 2021, transaksi pembelian ini dilakukan pada 31 Mei 2021 dengan harga Rp 5.277/saham.

Total jumlah saham baru yang dibeli oleh Anthony Salim adalah sejumlah 192,74 juta, sehingga nilai transaksi ini mencapai Rp 1,01 triliun.

Sebelumnya, Anthoni Salim telah menguasai 72,29 juta saham DCII atau 3,03% dari total saham, dan setelah pembelian baru ini kepemilikan saham Bos Indofood ini mencapai 265 juta saham.

Praktis, sang generasi kedua Grup Salim ini tercatat masuk ketiga saham dengan kepemilikan di atas 5%.

Catatan saja, ini belum termasuk investasi Grup Salim melalui emiten 'kendaraan investasi'-nya, PT Indoritel Makmur InternasionalTbk(DNET), dan lewat Indolife.

Selain DCII, sebelumnya Anthoni Salim juga sudah menggenggam 9,08% atau setara dengan 5,12 miliar saham emiten konglomerasi sektor teknologi, media dan kesehatan, yang dikuasai taipan Eddy K. Sariaatmadja, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) alias Emtek.

Berdasarkan laporan registrasi kepemilikan saham di atas 5% Emtek pada 31 Januari 2021, Anthoni tercatat masuk ke saham EMTK dengan tanggal transaksi akhir per 18 Januari 2021.

Menurut catatan CNBC Indonesia sebelumnya, transaksi pembelian yang dilakukan Anthoni tersebut dilakukan enam kali secara bertahap. Hanya saja belum disebutkan nilai pembelian dalam enam tahap tersebut.

Sebelum masuk ke saham DCII dan EMTK, Anthoni juga sudah memiliki 25,30% atau 3.588.278.023 saham DNET. DNET sendiri merupakan perusahaan asosiasi pengelola gerai Indomaret PT Indomarco Prismatama.

Dengan masuknya Anthoni Salim ke DCII, sang taipan kaya raya ini praktis semakin memperluas portofolionya, mulai dari bisnis 'warisan' barang konsumer di Indofood, ke emiten kendaraan investasi Emtek, sampai ke emiten teknologi penyimpanan data.

Selanjutnya Grup Emtek yang dinahkodai oleh keluarga Sariatmaadja yang kendaraan bisnisnya EMTK baru saja dimasuki oleh keluarga Salim juga sudah siap berekspansi.

Grup Emtek masuk ke bisnis rumah sakit dibeking oleh Grup Salim dan Grab Holdings Inc. (Grab). Salah satu raksasa penyedia jasa ride-hailing di Asia Tenggara tersebut membeli 4,6% saham Emtek lewat H Holding Inc.

Titi Maria Rusli, Sekretaris Perusahaan Emtek, mengatakan latar belakang masuknya Grab ke perusahaan lantaran Emtek dan Grab banyak berinvestasi dalam pengembangan ekosistem digital di Indonesia.

Perseroan dan Grab juga telah beberapa kali berdiskusi untuk mengembangkan peluang bisnis baru.

"Ketika kami memutuskan untuk melakukan penerbitan saham guna mendapatkan tambahan modal untuk mengembangkan bisnis di sektor digital, media, dan layanan kesehatan, Grab menyatakan minatnya untuk berpartisipasi, yang pada akhirnya direalisasikan melalui investasi oleh H Holdings Inc," kata Titi, dalam jawaban kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (19/4/2021).

Sementara itu, Titi juga menjelaskan mengenai sinergi yang diharapkan dari transaksi masuknya Grab tersebut.

Dia memaparkan, hubungan yang lebih erat antara Grab dan Emtek diharapkan dapat menciptakan peluang untuk berinvestasi pada bisnis yang ada saat ini serta bisnis baru yang bersinggungan dengan kepentingan Emtek dan Grab.

"Hanya saja, tak ada dampak operasional atas terjadinya transaksi tersebut," katanya.

Dalam surat jawaban Emtek tersebut, BEI pun bertanya soal rencana bisnis induk usaha Indosiar dan SCTV ini dalam 3 tahun mendatang dengan masuknya Grab.

Titi pun menjelaskan, selama beberapa tahun terakhir, perseroan telah mengembangkan bisnis di bidang pelayanan kesehatan dan ekonomi digital.

Baru-baru ini Emtek juga telah melaksanakan penambahan modal (PMTHMETD) untuk memperkuat permodalan dalam mengembangkan bisnis terutama di bidang-bidang tersebut.

Perseroan pun telah mengakuisisi saham pengendali di PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SAME), pengelola Omni Hospitals, dan juga mendanai dan turut serta dalam, penerbitan saham baru di perusahaan tersebut untuk mendukung pengembangan bisnis dan mencapai target pertumbuhannya.

Tak hanya mencaplok RS Omni, Emtek juga sudah siap melantaikan salah satu startup marketplace investeenya yakni Bukalapak. Bukalapak dikabarkan akan segera melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bahkan perusahaan tersebut telah melampirkan berkas pendaftarannya ke bursa.

Dalam pemberitaan baru-baru ini dari Dealstreet Asia, Bukalapak disebutkan telah mengajukan proposal pencatatan ke bursa dan sumbernya menyebut bahwa setidaknya bisa tercatat di bursa Indonesia pada Agustus 2021 nanti.

Pada pemberitaan tersebut juga dibenarkan oleh Dirut BEI Inarno bahwa Bukalapak telah mengajukan dokumen yang dipersyaratkan untuk IPO.

Mandiri Sekuritas dan UBS AG dikabarkan telah ditunjuk untuk menjadi penjamin emisi dari IPO ini.

Perusahaan ini juga merencanakan untuk mencatatkan saham di bursa saham Amerika Serikat (AS) dan dikabarkan akan melakukan pencatatan melalui perusahaan cek kosong alias special purpose acquisition company (SPAC) dengan potensi penggabungan mencapai US$ 4 miliar- US$ 5 miliar atau setara dengan Rp 58-73 triliun (kurs Rp 14.500/US$).

Setidaknya dalam IPO ini Bukalapak bisa memperoleh dana senilai US$ 225 juta atau setara dengan Rp 3,26 triliun.

Pesaing utama Grab Inc di kawasan Asia Tenggara, Grup Gojek juga tak mau kalah berekspansi. Baru-baru ini Gojek meresmikan merger dengan startup lokal lain Tokopedia dan membentuk holding GoTo Group. Bahkan hasil perkawinan antara kedua startup disebut-sebut siap melantai di Bursa Efek Indonesia dalam waktu dekat.

Menurut laporan CBInsights bertajuk The Complete List of Unicorn Companies, pada april 2021, Gojek memiliki valuasi US$10 miliar (Rp 142,5 triliun, kurs Rp 14.250/US$) dan Tokopedia US$7 miliar. (Rp 99,7 triliun).

Maka dari itu dengan hitungan kasar tanpa mempertimbangkan kekuatan startup yang tentunya akan semakin solid mendominasi pasar pasca merger maka valuasi GoTo berada di kisaran US$ 17 miliar (Rp 242,2 triliun). Valuasi GoTo sendiri dijustifikasi sangat jumbo karena nilai transaksi di kedua platform atau biasa di kalangan perusahaan rintisan disebut Gross Merchant Value (GMT) dan Gross Transaction Value (GTT) sangatlah jumbo.

GoTo mengklaim memiliki GTV sebesar US$ 22 miliar (Rp 316 triliun) sepanjang tahun 2020 didukung oleh pengguna aktif bulanan sebesar 100 juta. Hasil merger kedua startup ini diklaim menggerakan 2% perekonomian Indonesia.

Jelang melantai di bursa, GoTo group juga gencar berekspansi utamanya bekerjasama dengan Lippo Group yang berada di bawah naungan Mochtar Riady untuk mengembangkan bisnis digitalisasi Hypermart.

Gojek masuk ke MPPA dengan membeli saham PT Multipolar Tbk (MLPL), pengendali MPPA. MLPL melepas kepemilikan saham MPPA kepada tiga investor, yakni Panbridge Investment Ltd. yang mengambil porsi 3,33% dan PT Pradipa Darpa Bangsa sebesar 4,76.%.

Perusahaan ini, Pradipa, bergerak berdomisili di Jakarta Selatan dan bergerak di bidang jasa aktivitas profesional, ilmiah dan teknis.

Pradipa Darpa Bangsa inilah yang dimiliki oleh Gojek sebesar 99,996% dan PT Dompet Aplikasi Karya Anak Bangsa alias GoPay sebesar 0,004%.

Sementara satu investor lagi yakni Threadmore Capital Ltd. yang membeli 3,81% saham MPPA.

Masuknya PT Aplikasi Karya Anak Bangsa alias Gojek ke PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) pengelola gerai Hypermart ini akan berimbas pada strategi bisnis perusahaan.

MPPA mengumumkan bahwa perseroan memperkuat dan memperluas kemitraannya dengan Tokopedia - perusahaan teknologi dengan marketplace terkemuka di Indonesia, dengan total jaringan 95 toko virtual yang aktif beroperasi di platform Tokopedia secara nasional. Tokopedia saat ini sudah masuk dalam ekosistem Gojek di bawah holding GoTo yang akan tercatat di pasar saham Indonesia.

"Kemitraan yang kuat ini untuk membawa lebih banyak produk makanan dan rumah tangga terlengkap ke platform Tokopedia dengan lebih dari 100 juta pengguna aktif bulanan di tengah situasi Covid-19 dan menempatkan MPPA sebagai perusahaan ritel makanan terbesar di platform online di Indonesia," kata Direktur MPPA Danny Kojongian, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (2/6/2021).

Dimulai dengan 23 gerai di sekitar Jabodetabek pada awal Desember 2020, MPPA dan Tokopedia telah memperluas kemitraan menjadi 47 toko pada April 2021 yang tumbuh menjadi 82 toko pada Mei 2021 dan hingga saat ini 95 toko.

Danny menegaskan, MPPA akan menambah lebih banyak toko ke dalam platform sepanjang tahun 2021 untuk menjadikan kolaborasi ini sebagai kemitraan O2O terkuat menyusul pengumuman mega-merger antara Tokopedia dan GoJek baru-baru ini sebagai marketplace dan layanan konsumen berbasis teknologi decacorn di Indonesia.

Tak mau kalah, taipan Hary Tanoesudibjo dengan kendaraan bisnisnya Grup MNC yang akhir-akhir ini sedang hangat diperbincangkan di kalangan investor juga tak mau kalah dengan konglomerat lain dan mulai berkespansi di berbegai sektor.

Pertama tentunya dari sektor finansial, Emiten bank Grup MNC milik taipan Hary Tanoesoedibjo, PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) atau MNC Bank resmi mendapatkan lisensi digital on boarding dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Lisensi ini memungkinkan MNC Bank untuk sepenuhnya mendigitalisasi pembukaan rekening simpanan (digital onboarding) dan mendigitalisasi layanan perbankannya dengan sebutan Motion Banking by MNC Bank. Pada April lalu, bank milik Hary Tanoe ini memang sudah mengajukan izin digital onboarding untuk aplikasi Motion kepada OJK.

Adapun Motion Banking merupakan "digital attacker" milik MNC Group untuk meramaikan euforia digitalisasi di Indonesia.

"Keberhasilan konversi dari ekosistem MNC Group yang masif akan memberi Motion Banking peluang untuk menumbuhkan basis pelanggannya menjadi 30 juta pelanggan dalam 4-5 tahun ke depan dan menjadi ekosistem keuangan digital terdepan," kata Yudi Hamka, Chief Technology Officer MNC Group, dalam keterbukaan informasi, Kamis (27/5/2021).

Bahkan baru-baru ini MNC Group baru saja meresmikan peluncuran MotionBanking dan rebranding MotionPay di iNews Tower, Jakarta, Kamis (3/6/2021).

Peluncuran MotionBanking ini selang 10 hari setelah mendapatkan izin digital onboarding dari OJK. Pada kesempatan yang sama, PT MNC Teknologi Nusantara (MTN) melakukan rebranding aplikasi e-money, e-wallet, dan transfer digital, SPIN, menjadi MotionPay.

Tak hanya di sektor finansial, MNC Grup saat ini juga fokus pada pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) MNC Lido City. KEK MNC Lido City dimiliki sepenuhnya oleh KPIG yang berdiri di atas lahan 3.000 ha. MNC Lido City dikelilingi oleh populasi lebih dari 70 juta jiwa dan akses langsung jalan tol dari Jakarta.

Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo mengatakan, MNC Land bukan sekadar perusahaan properti. Berfokus pada world-class Entertainment Hospitality, KPIG membangun proyek inovatif yang mendobrak seperti KEK MNC Lido City, yang telah memperoleh status KEK Pariwisata.

Dengan mengusung "Integrated Tourism Destination" yang terbesar di Asia Tenggara, KEK MNC Lido City akan mendukung program pemerintah untuk destinasi wisata baru sekaligus meningkatkan PDB Indonesia.

MNC Group disebut-sebut siap membangun 'Disneyland' Indonesia lengkap dengan Movieland, Resort, Sirkuit Moto GP, Music & Arts Center, hingga lapangan Golf.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Kejar Setoran Royalti, Ini Dia Taipan Batu Bara RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular