
Diborong Salim, Harga Saham Ini Terbang 5.554% Saingi Kripto

Mengacu laporan keuangan perusahaan, pada tahun 2017 DCII mencatatkan pendapatan sebesar Rp 127,47 miliar dan terus naik setiap tahun hingga terakhir di 2020 pendapatan perusahaan terus naik menjadi Rp 759,36 miliar dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) berada di angka 81%. Aset perusahaan meningkat 3,5 kali lipat dari 2017 ke akhir tahun 2020.
Laba bersih perusahaan juga ikut meningkat setiap tahunnya, pada 2020 laba DCII tercatat meningkat 71,7% menjadi Rp 183,14 miliar dari tahun sebelumnya di angka Rp 106,63 miliar. Sejak tahun 2017 laba bersih perusahaan mengalami pertumbuhan dengan CAGR 57%.
Perusahaan ini menargetkan bisa menjadi pusat data Indonesia dan Asia Pasifik. Mengingat bisnis ini menjadi 'mutiara' baru di bisnis global.
Meskipun begitu, pasar di Indonesia masih relatif kecil jika dibandingkan pemain-pemain lain di regional Asia Pasifik.
Toto Sugiri, melalui video yang diunggah di kanal YouTube resmi perusahaan, mengatakan bahwa seharusnya kapasitas pusat data Indoneia lebih besar. Hal ini mengingat jumlah penduduk yang lebih banyak harusnya memiliki korelasi yang positif.
Ini karena jumlah pengguna internet dan sosial media yang sangat banyak di Indonesia. Ia berasumsi bahwa saat ini pemain internasional seperti Facebook dan Google menyimpan data di Singapura yang berhasil menempatkan diri menjadi regional center.
Indonesia bisa dibilang masih ketinggalan dari segi kapasitas pusat data. Misalnya, kapasitas pasar data Tokyo mencapai 718 MW, Singapura berada di angka 357, Sydney mendekati 300 MW dan Hong Kong memiliki kapasitas data 283 MW.
Indonesia jauh tertinggal dengan besaran pasar diperkirakan sebesar 50 MW dan diperkiran tumbuh signifikan menjadi 120 MW di 2021, berdasarkan hasil riset Structure Apex.
(hps/hps)[Gambas:Video CNBC]
