
Isu Tapering Mencuat Lagi, Rupiah & Mata Uang Asia Rontok

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Nilai tukar rupiah yang menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Kamis (3/6/2021), berbalik melemah. Isu tapering yang kembali mencuat membuat dolar AS perkasa, rupiah dan mata uang Asia lainnya rontok.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,18% di Rp 14.250/US$. Level tersebut sekaligus menjadi yang terkuat pada hari ini, rupiah setelahnya memangkas penguatan hingga berbalik melemah hingga 0,25% ke Rp 14.310/US$.
Setelahnya rupiah masih mampu memangkas pelemahan, mengakhiri perdagangan di Rp 14.280/US$, melemah 0,04% di pasar spot.
Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga melemah. Hingga pukul 15:13 WIB, hanya ringgit Malaysia dan dan dolar Taiwan yang menguat, itu pun sangat tipis 0,02% dan 0,04%.
Won Korea Selatan menjadi mata uang terburuk dengan pelemahan 0,35%. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Isu tapering yang kembali muncul membuat mata uang Asia rontok. Tapering merupakan kebijakan mengurangi nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) bank sentral AS (The Fed). Ketika hal tersebut dilakukan, maka aliran modal akan keluar dari negara emerging market dan kembali ke Negeri Paman Sam. Hal tersebut dapat memicu gejolak di pasar finansial yang disebut taper tantrum.
Wacana tapering sebenarnya sudah diredam oleh The Fed dalam beberapa bulan terakhir. Tetapi kini Presiden The Fed wilayah Philadelphia, Patrick Harker, kembali membuka wacana tersebut.
Harker mengatakan perekonomian AS terus menunjukkan pemulihan dari krisis virus corona dan pasar tenaga kerja terus menunjukkan penguatan, dan menjadi saat yang tepat bagi The Fed unuk mulai memikirkan tapering.
"Kami berencana mempertahankan suku bunga acuan di level rendah dalam waktu yang lama. Tetapi ini mungkin saatnya untuk mulai memikirkan pengurangan program pembelian aset yang saat ini senilai US$ 120 miliar," kata Harker sebagaimana dilansir Reuters.
Pernyataan tersebut membuat dolar AS kembali perkasa.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Inflasi Tinggi, Pasar Tunggu Data Tenaga Kerja AS
Inflasi dan pasar tenaga kerja merupakan dua acuan utama The Fed dalam menetapkan kebijakan moneternya.
Inflasi di AS sudah melesat naik. Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat (28/5/2021) lalu melaporkan data inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE). Data tersebut merupakan inflasi acuan bagi The Fed.
Inflasi PCE inti dilaporkan tumbuh 3,1% year-on-year (yoy) di bulan April, jauh lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya 1,8% yoy. Rilis tersebut juga lebih tinggi ketimbang hasil survei Reuters terhadap para ekonomi yang memprediksi kenaikan 2,9%. Selain itu, rilis tersebut juga merupakan yang tertinggi sejak Juli 1992, nyaris 30 tahun terakhir.
Setelah inflasi, maka perhatian tertuju pada data tenaga kerja AS. Gara-gara pandemi, perekonomian AS kehilangan 22,36 juta lapangan kerja hanya dalam dua bulan yaitu Maret dan April 2021.
Selepas itu, penciptaan lapangan kerja memang terus bertambah. Namun sepanjang Mei 2020 hingga April 2021, lapangan kerja yang tercipta baru 14,15 juta.
Artinya, masih ada sekitar 8,21 juta orang yang belum kembali bekerja. Kondisi penciptaan lapangan kerja yang maksimal (maximum employment) belum terwujud.
"Kita memang melihat perbaikan terus terjadi, tetapi masih jauh dari tujuan. Lapangan kerja masih 8-10 juta di bawah kondisi sebelum pandemi. Kami akan tetap bersabar," tegas Gubernur The Fed Lael Brainard, seperti dikutip dari Reuters.
AS akan melaporkan data tenaga kerja Jumat besok. Hasil survei dari Dow Jones memperkirakan sepanjang bulan Mei perekonomian AS mampu menambah 671.000 pekerja, naik dari bulan sebelumnya 266.000 tenaga kerja.
Jika rilis data tersebut melampaui hasil survei, bukan tidak mungkin isu tapering akan semakin kencang. Rapat kebijakan moneter The Fed pada pertengahan bulan ini akan menjadi perhatian pelaku pasar, apakah The Fed benar mulai mempertimbangkan tapering atau masih mempertahankan sikapnya untuk melihat perkembangan perekonomian yang substansial.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia
