Gokil! Harga 'Harta Karun' RI Meroket, Pekan Ini Naik 3,5%

Tirta, CNBC Indonesia
28 May 2021 10:13
A worker poses with a handful of nickel ore at the nickel mining factory of PT Vale Tbk, near Sorowako, Indonesia's Sulawesi island, January 8, 2014. REUTERS/Yusuf Ahmad
Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga logam nikel perlahan kembali bangkit dari keterpurukan. Di sepanjang tahun 2021 harga nikel sempat tembus ke atas US$ 19.000/ton pada akhir Februari. Namun setelahnya harga drop ke bawah US$ 16.000.

Kurang lebih selama hampir dua bulan harga nikel cenderung bergerak sideways. Harga nikel baru mulai terangkat di akhir April. Namun harga susah tembus ke US$ 19.000 lagi. Baru mencicipi level US$ 18.000-an langsung balik arah. 

Level US$ 18.000 menjadi resisten terbaru harga nikel. Pada perdagangan kemarin (27/5/2021), harga nikel di London Metal Exchange (LME) naik 1,1% ke US$ 17.364/ton. Sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan level awal tahun. 

Dalam minggu ini harga nikel sudah melesat 3,5%. Senin awal pekan harga nikel masih di bawah US$ 17.000/ton. 

Harga Nikel di LMEFoto: LME

Harga nikel diperkirakan bakal terus naik karena ada tren mobil listrik yang terus berkembang. Di saat penjualan mobil lesu di tahun 2020, penjualan mobil listrik justru mengalami kenaikan pesat. Total volume penjualan mobil listrik global tahun lalu tercatat mencapai 3,24 juta unit atau naik 43,3% dibanding tahun 2019 yang hanya 2,26 juta unit.

Ke depan volume penjualan diperkirakan bakal terus tumbuh. Pangsa pasar mobil listrik terhadap mobil dengan bahan bakar konvensional akan meningkat. Tren penggunaan baterai mobil listrik dari nikel juga semakin semarak.

Hal inilah yang membuat harga nikel terus melesat. Bahkan Goldman Sachs dan DBS memperkirakan harga nikel bisa tembus ke atas US$ 20.000/ton di tahun ini. Ada dua jenis nikel yang dikenal di pasaran.

Ada yang untuk pembuatan stainless steel (kelas II) dan ada yang untuk pembuatan baterai mobil listrik (kelas I). Proyeksi DBS, permintaan nikel kelas I akan tumbuh 5,9% setiap tahunnya sampai 2025. Untuk periode yang sama pasokan nikel kelas I hanya tumbuh 3,3%.

Lebih lanjut DBS memprediksi volume penjualan mobil listrik akan naik 24% per tahun secara compounding (CAGR) ke 22,3 juta unit pada tahun 2030. Kenaikan penjualan mobil listrik tentu akan mengerek permintaan nikel kelas I seiring dengan minat yang tinggi untuk penggunaan baterai yang menggunakan nikel.

Permintaan nikel untuk baterai mobil listrik akan tumbuh sebesar 32% (CAGR ) pada 2019-2030 sehingga meningkatkan konsumsi nikel untuk baterai yang dapat diisi ulang hingga 24% per tahun menjadi 1,27 juta ton pada tahun 2030.

Harga nikel di pasaran yang semakin melonjak juga diakibatkan oleh kebijakan moratorium ekspor nikel oleh Indonesia. Sebagai produsen nikel terbesar di dunia dengan produksi mencapai 27% dari total output global, Indonesia resmi menutup keran ekspor nikel sejak awal tahun 2020.

Saat awal pemerintah mengumumkan penghentian ekspor pada Juli 2019 harga nikel di London Metal Exchange (LME) mulai bergeliat. Kemudian saat rumor penghentian ekspor akan dimajukan jadi tahun 2020 pada pertengahan Agustus menyeruak, harga nikel semakin liar.

Hanya dalam kurun waktu dua bulan saja harga nikel di LME naik dari US$ 12.000/ton menjadi US$ 18.000/ton, atau naik 50%. Namun akibat pandemi Covid-19 harga nikel langsung longsor ke bawah US$ 12.000/ton pada April tahun 2020.


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kaya Nikel Rp 5.706 T, RI Punya Modal Gede Industri Baterai

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular