Ini Alasan Lo Kheng Hong Ogah Beli Saham IPO GoTo, Mahal Pak?

Monica Wareza, CNBC Indonesia
19 May 2021 11:40
IHSG
Foto: Dok Lo Kheng Hong

Jakarta, CNBC Indonesia - Investor saham ritel paling sukses di Tanah Air yakni Lo Kheng Hong menyebutkan dirinya tidak tertarik untuk membeli saham-saham dari perusahaan teknologi yang akan melantai di bursa saham RI, termasuk sejumlah perusahaan teknologi semacam GoTo, Traveloka, Bukalapak, dan sebagainya.

Alasannya, valuasi perusahaan teknologi dinilai sangat tinggi, tidak sejalan dengan kinerja perusahaan yang masih merugi. Valuasi itu tergambar dari price to book value (PBV) dan price to earnings ratio (PER).

PBV adalah metode valuasi yang membandingkan nilai buku suatu emiten dengan harga pasarnya. Semakin rendah PBV biasanya perusahaan akan dinilai semakin murah. Secara Rule of Thumb, PBV akan dianggap murah apabila rasionya berada di bawah angka 1 kali.

Sedangkan PER juga merupakan metode valuasi yang membandingkan laba bersih per saham dengan harga pasarnya.

Dalam video yang diunggah dalam akun Instagram @lukas_setiaatmaja, Lo Kheng Hong memaparkan bahwa dia adalah seorang investor yang konservatif dan masih melihat kinerja fundamental perusahaan sebagai landasannya untuk berinvestasi.

"Mana mungkin saya beli perusahaan teknologi yang valuasinya bisa 10 kali nilai buku, perusahaan masih rugi, untungnya masih negatif. Seperti Bank Jago [saham ARTO], perusahaan digital, mungkin PBV (price to book value) 90 kali. Saya ga ngikutin, masih rugi, aset juga masih Rp 1 triliun lebih ya ga mungkin saya membeli," kata dia dalam video tersebut, dikutip Rabu (19/5/2021).

[Gambas:Instagram]



Dalam literatur pasar modal, semakin rendah PER maka biasanya perusahaan juga akan dianggap semakin murah, Untuk PER biasanya secara rule of thumb akan dianggap murah apabila rasio ini berada di bawah angka 10 kali.

"Saya seorang investor yang konservatif, saya ga mau liat kinerjanya yang berlebihan di masa yang akan datang, jadi saya mau liat labanya dulu, tunjukin ke saya. Kalau sudah labanya besar harganya murah baru saya beli," terang pemilik saham PT Petrosea Tbk (PTRO) dan PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) ini.

Dia mengungkapkan bahwa perusahaan dengan valuasi yang besar itu malah justru membuat masa untuk mencapai periode break even point (BEP) semakin lama.

Contohnya saja saham Tesla yang saat ini memiliki price to earning (PER) 1.000 kali, artinya baru akan mencapai BEP dalam 10 abad ke depan.

"Saham teknologi itu buat fund manager karena mereka kelola uang orang lain, bukan uang orang sendiri, kalau rugi pun ga apa-apa, mereka tetap untung," imbuh dia.

Belum lagi dia menyinggung bahwa dirinya bukan orang yang melek teknologi, bahkan dia tidak bisa melakukan aktivitas dengan komputer tanpa bantuan dari orang lain.

Selain itu, selama 20 tahun terakhir juga sudah tidak lagi membeli saham-saham yang baru melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) lantaran saham IPO ini dinilai mahal.

"Yang pertama saya sudah tidak membeli saham IPO 20 tahun lebih, karena tidak mungkin pemilik perusahaan dan penjamin emisi mau menjual di harga undervalue, harga murah. Pasti mereka mau menjual harga IPO semahal-mahalnya," terangnya.

Pernyataan investor yang biasa disapa LKH ini muncul setelah adanya kabar mengenai rencana IPO yang akan dilakukan oleh Gojek-Tokopedia setelah kedua perusahaan ini mengumumkan penggabungan bisnisnya dengan nama GoTo Group. 


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article GOTO, Go To The Moon

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular