Analisis

Sedang Perkasa, Rupiah Bisa ke Rp 14.000/US$ Pekan Ini?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 May 2021 08:56
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah membukukan penguatan 0,6% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.195/US$ dalam 2 hari perdagangan pekan lalu sebelum libur Hari Raya Idul Fitri. Mata Uang Garuda sukses menguat dalam 4 pekan beruntun dan berada di level terkuat sejak 26 Februari.

Rupiah memang sedang garang dalam beberapa pekan terakhir, sebabnya aliran modal yang kembali masuk ke pasar obligasi. Sejak bulan April lalu hingga hingga 7 Mei, tercatat capital inflow di pasar obligasi sekitar Rp 15 triliun, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan.

Kabar baiknya lagi, Fitch Solutions memberi 'ramalan' yang cukup positif bagi Indonesia. Ekonomi Tanah Air diperkirakan tumbuh 5,5% pada 2021 setelah tahun sebelumnya terkontraksi (tumbuh negatif) 2,07%.

"Faktor eksternal sepertinya masih akan bagus seiring pemulihan permintaan dunia," sebut laporan Fitch Solutions.

Sementara untuk nilai tukar rupiah, mengutip proyeksi terbaru Fitch Solutions, pada akhir 2021 posisi rupiah diperkirakan ada di Rp 13.900/US$.
Sementara itu dolar AS sempat mengamuk pada pekan lalu setelah rilis data inflasi yang tinggi.

Departemen Tenaga Kerja AS Rabu lalu melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan April melesat atau mengalami inflasi 4,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Rilis tersebut jauh lebih tinggi ketimbang hasil survei Dow Jones sebesar 3,6%.

Sementara dari bulan Maret atau secara month-to-month (mtm) tumbuh 0,8%, juga jauh lebih tinggi dari survei 0,2%.

Sementara inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan tumbuh 3% yoy dan 0,9% mtm, lebih dari dari ekspektasi 2,3% yoy dan 0,3% mtm.

Kenaikan inflasi secara tahunan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 2008, sementara secara bulanan terbesar dalam 40 tahun terakhir.

Meski demikian, penguatan dolar tidak berlangsung lama, sebab indeks dolar AS berbalik merosot lagi pada hari Jumat pekan lalu. Sebabnya, satu data inflasi yang tinggi belum akan cukup bagi bank sentral AS (The Fed) untuk mengetatkan kebijakan moneternya.

The Fed sebelumnya sudah memperkirakan inflasi akan tinggi, tetapi hanya sementara.

Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR sukses menyelewati rerata pergerakan 100 hari (moving average 100/MA 100) pada pekan lalu. Artinya rupiah kini berada di bawah MA 50, 100, dan 200 yang tentunya memberikan momentum penguatan.

Rupiah mampu menguat sejak pertengahan April lalu setelah munculnya stochastic bearish divergence. Stochastic dikatakan mengalami bearish divergence ketika grafiknya menurun, tetapi harga suatu aset masih menanjak.

Munculnya stochastic bearish divergence kerap dijadikan sinyal penurunan suatu aset, dalam hal ini USD/IDR bergerak turun, atau rupiah akan menguat.

Namun, pada grafik harian Stochastic sudah memasuki wilayah jenuh jual (oversold).

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Artinya, indikator Stochastic akan membatasi penguatan bahkan kemungkinan memicu koreksi alias pelemahan rupiah.

MA 100 di kisaran Rp 14.240 hingga Rp 14.250/US$ menjadi resisten terdekat di pekan ini. Selama tertahan di bawahnya rupiah berpeluang terus menguat. Target terdekat di Rp 14.110 hingga Rp 14.090/US$, jika berhasil dilewati rupiah berpotensi menuju Rp 14.000.

Sementara itu, jika kembali ke atas MA 100, rupiah berisiko melemah ke 14.310/US$ di pekan ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular