
Hantu Inflasi Bikin Wall Street Babak Belur

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Bursa saham New York (Wall Street) ditutup melemah pada perdagangan Selasa (11/5/2021) waktu setempat. Pelemahan bursa Wall Street terjadi seiring adanya kenaikan harga komoditas dan kekurangan tenaga kerja di Amerika Serikat (AS).
Kedua sentimen tersebut memicu kekhawatiran pelaku pasar, bahwa kendati ada jaminan dari Federal Reserve AS (the Fed), lonjakan harga jangka pendek dapat menjadi inflasi jangka panjang.
Sementara ketiga indeks utama kompak ambles di zona merah, seiring aksi jual tersebar cukup merata di seluruh sektor.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJI) anjlok 473,66 poin, atau 1,36% menjadi 34.269,16. Kemudian indeks S&P 500 (SPX) kehilangan 36,33 poin, atau 0,87%, menjadi 4.152,1 dan Nasdaq Composite (IXIC) turun tipis 12, 43 poin, atau 0,09%, menjadi 13.389,43.
"Hari ini terasa seperti mengejar ketertinggalan di saham-saham teknologi yang telah melemah sepanjang bulan ini dan akhirnya meluas ke area lain di pasar saham dan kita sedang menyaksikan pelemahan yang lebih luas," kata Ryan Detrick, ahli strategi pasar senior di LPL Financial di Charlotte, Carolina utara, AS kepada Reuters, dikutip CNBC Indonesia, Rabu (12/5).
Data ekonomi yang dirilis pada Selasa (11/5) dari Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan, pembukaan pekerjaan di perusahaan-perusahaan AS melonjak ke rekor tertinggi pada bulan Maret. Ini merupakan bukti lebih lanjut dari kekurangan tenaga kerja yang diisyaratkan oleh laporan ketenagakerjaan yang mengecewakan pasar pada Jumat lalu.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja tidak mengikuti lonjakan permintaan karena pengusaha berebut untuk menemukan pekerja yang memenuhi syarat yang dibutuhkan perusahaan.
Jaringan Burrito Chipotle Mexican Grill mengumumkan akan menaikkan upah rata-rata per jam para pekerjanya menjadi US$ 15 atau setara Rp 210.000 (asumsi kurs US$ 1 = Rp 14.000). Ini merupakan tanda lebih lanjut bahwa kekurangan pekerja seiring dengan kenaikan permintaan dapat menambah 'bahan bakar' untuk lonjakan inflasi AS.
Kekurangan pekerja itu, bersama dengan sedikitnya pasokan dalam menghadapi lonjakan permintaan dapat berkontribusi pada lonjakan harga yang tak terhindarkan. The Fed sendiri berungkali mengakatakn hal tersebut tidak mungkin beralih menjadi inflasi jangka panjang.
"Kekhawatiran inflasi terus berlanjut," kata Detrick. "Masalah rantai pasokan ditambah dengan rekor stimulus, ditambah dengan pasar tenaga kerja yang tampaknya lebih ketat semuanya berkontribusi pada kekhawatiran bahwa inflasi dapat cenderung lebih tinggi selama bulan-bulan di musim panas."
"Saya tidak berpikir (pasar) percaya the Fed ketika mengatakan mereka tidak akan menaikkan suku bunga sampai setelah 2023," Detrick menambahkan. "Itu bisa terjadi di mana pasar dan The Fed tidak melihat secara langsung."
Pelaku pasar akan mengamati laporan indeks harga konsumen (IHK) Departemen Tenaga Kerja, yang akan dirilis Rabu (12/5) waktu setempat, untuk menyimak lebih lanjut lanjut potensi tekanan inflasi.
Dari 11 sektor utama di indeks S&P 500, hanya ektor material (SPLRCM) yang mengakhiri sesi di zona hijau. Sementara sektor energy (SPNY) menderita persentase kerugian terbesar, dengan ditutup turun 2,6%
Indeks Volatilitas CBOE (VIX), yang menjadi ukuran kecemasan investor, ditutup pada 21,85, level tertinggi sejak 11 Maret lalu.
Saham Boeing Co. (BA.N) kehilangan 1,7% setelah sang pembuat pesawat mengumumkan pengiriman pesawat 737 MAX-nya turun menjadi hanya empat pesawat pada bulan April akibat masalah kelistrikan.
Kemudian saham Tesla Inc (TSLA.O) melanjutkan penurunannya dengan ambles 1,9%, menyusul keputusan sang pembuat mobil listrik besutan Elon Musk itu untuk memperluas pabriknya di Shanghai karena meningkatnya ketegangan antara AS-China.
Lebih lanjut, saham Mall REIT Simon Property Group Inc (SPG.N) terjun 3,2% setelah perusahaan mengatakan tidak mengharapkan akan kembali ke level hunian pada 2019 silam hingga tahun depan atau 2023.
S&P 500 membukukan tujuh level tertinggi baru (new high) dalam 52 minggu dan satu level terendah baru (new low). Sementara indeks Nasdaq mencatat 28 new high dan 224 level terendah baru.
Sepanjang perdagangan Selasa, volume di bursa AS mencapai 11,78 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata 10,33 miliar selama 20 hari perdagangan terakhir.
(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Data Ekonomi Membaik, Wall Street Akhirnya Dibuka Naik