IHSG Dibuka Hijau & Sempat Balik Lagi Level 6.000

Tirta, CNBC Indonesia
06 May 2021 09:43
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona hijau pada pembukaan perdagangan hari ini, Kamis (6/5/2021). Indeks melompat 0,18% dibanding posisi penutupan perdagangan kemarin. 

IHSG dibuka di 5.987 dan terus mengalami apresiasi. Indeks acuan saham domestik tersebut bahkan sempat mencicipi level psikologis US$ 6.000. Namun posisi tersebut tak bertahan lama. 

Hingga pukul 09.30 WIB, IHSG hanya mengalami apresiasi 0,37%. Indeks berada di posisi 5.998 atau mepet sekali dengan level psikologis 6.000. Kemarin IHSG berhasil melenggang ke garis finish dengan apresiasi 0,2%. 

Rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal I tahun ini tak seburuk yang diprediksikan. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia menunjukkan pertumbuhan PDB di kuartal satu kemungkinan masih minus 0,87% (yoy).

Namun data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan hal yang lain. Pertumbuhan ekonomi hanya mengalami kontraksi 0,74% (yoy). Lebih baik dari yang diperkirakan para ekonom.

Well, Indonesia memang masih resesi karena kontraksi PDB berlangsung selama empat kuartal beruntun. Sudah genap setahun ekonomi Indonesia terus menyusut.

Namun bukan berarti tidak ada kabar baik. Meski kontraksi masih terjadi, tetapi semakin lama kian landai. Pada kuartal II-2020, ekonomi Indonesia menciut lebih dari 5% yoy dan kuartal I-2021 tinggal di bawah 1% yoy.

"Dengan memperhatikan berbagai indikator yang membaik sampai April dan low base effect, kita harapkan ekonomi triwulan II akan tumbuh positif. Dengan catatan, vaksinasi lancar, masyarakat mematuhi protokol kesehatan, dan tumbuhkan keyakinan dunia usaha," kata Suhariyanto, Kepala BPS.

So, Indonesia boleh masih berkubang di 'lumpur' resesi. Namun pada kuartal II-2021 dan seterusnya, kemungkinan besar resesi sudah pergi dan ekonomi Indonesia bakal tumbuh tinggi.

Namun ada beberapa sentimen yang patut dicermati untuk hari ini. Pertama adalah perkembanganpandemi Covid-19. Negara-negara Barat sudah mulai melonggarkan pembatasan. 

Di AS, pemerintah Negara Bagian New York, New Jersey, dan Connecticut memutuskan untuk melonggarkan aturan pembatasan sosial (social restricions). Misalnya, warga kini sudah diizinkan untuk kongkow di bar tertutup

Situasi di Eropa juga sudah mulai membaik sehingga warga bisa melakukan hal-hal yang sebelumnya dilarang. Perkembangan menarik terjadi di Inggris, di mana pertandingan sepakbola rencananya sudah bisa kembali dihadiri oleh penonton di stadion.

Namun hal tersebut sangat berbeda dengan kondisi di Asia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah pasien positif corona di Negeri Bollywood per 5 Mei 2021 adalah 20.665.148 orang. Bertambah 382.315 dari hari sebelumnya. Penambahan pasien baru yang lebih dari 300.000 orang per hari sudah terjadi dalam 14 hari terakhir.

Di Jepang, situasinya juga lumayan mencekam. Per 5 Mei 2021, WHO mencatat jumlah pasien positif corona di Negeri Sakura adalah 612.360 orang. Bertambah 4.734 orang dari hari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir, rata-rata tambahan pasien positif adalah 5.062 orang per hari. Melonjak dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 3.709 orang per hari.

Dinamika pandemi di Malaysia pun patut diwaspadai. WHO melaporkan, jumlah pasien positif corona di Negeri Harimau Malaya per 5 Amei 2021 adalah 420.632. Bertambah 3.120 orang dari hari sebelumnya.

Selama dua pekan terakhir, pasien positif rata-rata bertambah 2.940 orang setiap harinya. Lebih tinggi ketimbang rerata dua minggu sebelumnya yakni 1.867 orang per hari.

Di sisi lain pelaku pasar juga harus mulai mencermati adanya ekspektasi pengetatan kebijakan moneter dari bank sentral AS The Fed. Mengutip CME FedWatch, peluang kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 0,25-0,5% pada akhir tahun ini adalah 11%.

Walau masih rendah tetapi lebih tinggi dari posisi seminggu lalu yaitu 9,8% dan sebulan sebelumnya yakni 8,5%. Kenaikan suku bunga acuan yang membuat hasrat mengoleksi US Treasury Bonds/Bills meningkat tentu diiringi dengan kenaikan permintaan dolar AS. 

Hal ini tentu saja berpeluang besar untuk memicu terjadinya capital outflow yang akan menekan aset-aset keuangan dalam negeri mulai dari saham, obligasi hingga nilai tukar rupiah. 


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular