Jakarta, CNBC Indonesia - Investor kawakan terkenal di dunia, Warren Buffett untuk pertama kalinya menyesali keputusan investasi di sejumlah saham baru-baru ini. Hal itu tercermin dari pernyataan yang disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Berkshire Hathaway Inc.
Pada Sabtu (1/5/2021) lalu, CEO dari Berkshire Hathaway tersebut membuat beberapa pengakuan secara 'blak-blakan' di hadapan pemegang saham dalam RUPST Berkshire.
Saat itu Buffett sangat menyesal melepas beberapa saham di antaranya saham Apple Inc., saham maskapai penerbangan, dan beberapa saham perusahaan kesehatan (healtcare).
"Itu mungkin kesalahan," kata Buffett soal keputusannya untuk menjual sebagian saham pembuat iPhone itu pada tahun lalu, dilansir Bloomberg, dikutip Selasa (4/5/2021).
Langkah tersebut juga dianggap sebagai kesalahan oleh mitra bisnisnya Charlie Munger. Ia telah memberi tahu Buffett tentang pandangannya "dengan caranya yang biasa-biasa saja," kata Buffett pada pertemuan virtual tersebut.
Buffett, yang kini berusia 90 tahun dan masih menjadi salah satu orang terkaya di dunia, sebetulnya tidak asing dengan penyesalan dalam berinvestasi.
Sebagian dari suratnya kepada pemegang saham Berkshire di bulan Februari lalu juga khusus menjelaskan kesalahan "besar" nya saat berinvestasi lebih mahal untuk membeli saham pembuat suku cadang pesawat, Precision Castparts.
Namun pertemuan tahunan tahun ini dibumbui dengan pengakuan salah langkahnya. Bahkan pengakuan penyesalannya itu itu terjadi ketika bisnis Berskhire justru mencatatkan pencapaian kuartal yang kuat dengan pendapatan mencapai level tertinggi kedua dalam data kinerja perusahaan sejak tahun 2010.
"Dia [Buffett] dan Charlie selalu berusaha untuk mengakui kesalahan mereka dan menghadapi kesalahan mereka. Buffett juga terus berusaha mengingatkan kami dengan baik bahwa sebagian besar uang Berkshire diinvestasikan dengan baik," kata James Armstrong, salah satu mengelola saham Berkshire sekaligus Chairman Henry H. Armstrong Associates.
NEXT: Apa Saja Saham yang Nyesal Dijual?
Dalam RUPST tersebut, miliarder tersebut menghadapi pertanyaan para investor kenapa Berkshire tidak memanfaatkan penurunan pasar saham secara sementara sejak akhir Maret tahun lalu untuk memborong lebih banyak saham saat harganya tertekan.
Sebaliknya, Berkshire justru memanfaatkan pekan pertama penutupan pasar AS saat itu untuk menjual saham maskapai penerbangan. Alasannya saat itu, karena faktor pandemi membatasi perjalanan dan berpotensi menekan bisnis maskapai. Selain itu, Berkshire juga memangkas kepemilikan sahamnya di perusahaan perbankan.
Saham Delta Air Lines Inc. dan Southwest Airlines Co., dua maskapai penerbangan yang dimiliki Berkshire, malamah menguat lebih dari 45% setelah akhir Mei tahun lalu hingga akhir tahun 2020.
"Saya tidak menganggapnya sebagai momen yang bagus dalam sejarah Berkshire," kata Buffett tentang periode tersebut. Menurut dia, pemulihan ekonomi telah melampaui ekspektasi mereka, berkat langkah-langkah stimulus pemerintah AS.
Buffett juga mengatakan akan sulit bagi maskapai penerbangan tersebut untuk mendapatkan bantuan pemerintah federal guna menyelamatkan kondisi perusahaan jika investor kaya masih dianggap sebagai pemegang saham terbesar di perusahaan tersebut.
Di hadapan para investor Berkshire, Buffett menegaskan belum akan akan berinvestasi di saham maskapai penerbangan karena tekanan saat ini pada bisnis perjalanan.
Ketika Buffett membuat beberapa kesepakatan investasi termasuk membeli aset-aset gas alam, dia tidak melakukan akuisisi substansial apa pun meskipun ada tekanan pandemi pada beberapa bisnis.
Sementara itu, Charlie Munger, mitra bisnisnya, tampak sedikit membela.
Munger menjelaskan bahwa akan menjadi standar yang terlalu tinggi untuk berpikir bahwa semua manajer investasi pasti selalu dapat menentukan waktu yang tepat dari kondisi pasar untuk menempatkan banyak uang dan cuan maksimal, padahal tidak demikian.
Di sisi lain, ada juga contoh penyesalan di bisnis Berkshire lainnya.
Ajit Jain, Vice Chairman yang menjalankan operasi asuransi perusahaan di Berkshire, mengatakan bahwa perusahaan asuransi mobil Geico terlambat mengadopsi sistem telematika, perangkat yang digunakan untuk melacak pengemudi dan memberi penghargaan kepada para sopir untuk perilaku yang lebih baik.
"Geico jelas ketinggalan dan terlambat mengapresiasi nilai telematika," kata Jain.
"Mereka menyadari fakta bahwa telematika memainkan peran besar dalam mencocokkan tingkat risiko."
Dalam pernyataan yang lebih luas tentang industri tersebut, Jain mencatat bagaimana perusahaan asuransi saat ini telah meremehkan risiko pandemi. Keterlambatan menyesuaikan diri dengan bisnis saat pandemi mengharuskan perusahaan asuransi terpaksa mengkalibrasi ulang model bisnis mereka.
Dengan demikian, katanya, industri ini kemungkinan akan lebih canggih dalam memikirkan risiko pandemi di seluruh portofolio mereka.
'Cacing pita'
Buffett juga menyoroti usaha patungan di bisnis perawatan kesehatan yang dibentuk Berkshire bersama dengan dua investor kakap yakni JPMorgan Chase & Co. dan Amazon.com Inc., guna menyerang "cacing pita" berbiaya tinggi dalam sistem ekonomi di AS. Apa yang dimaksud Buffett dengan istilah itu mengacu pada banyaknya pemangku kepentingan di bisnis ini.
Namun usaha patungan di bisnis kesehatan itu akhirnya ditutup tahun ini, dan Buffett mengakui bahwa sangat besar tantangannya dalam upaya merombak industri dengan begitu banyak pemangku kepentingan. Industri kesehatan ini juga menyumbang bagian penting dari produk domestik bruto AS.
"Kami melawan 'cacing pita' dalam ekonomi Amerika dan cacing pita menang," kata Buffett.
Buffet juga mengatakan bahwa ledakan di SPAC (special purpose acquisition company) atau perusahaan akuisisi bertujuan khusus, juga dikenal sebagai "perusahaan cek kosong" tidak akan bertahan lama.
Sementara itu Munger membidik cryptocurrency yang lagi tren dan 'ledakan' perdagangan investir ritel. Keduanya menyindir para profesional yang mendorong orang-orang yang hanya mengikuti naluri alami manusia untuk berjudi.
"Itu benar-benar mengibarkan bendera merah pada banteng," kata Munger.
TIM RISET CNBC INDONESIA