Wamen BUMN Tiko Bongkar Pemicu 'Kehancuran' Jiwasraya

Market - Monica Wareza, CNBC Indonesia
28 April 2021 18:23
Wakil Menteri (Wamen) BUMN, Kartika Wirjoatmodjo (CNBC Indonesia/Anisatul Umah) Foto: Wakil Menteri (Wamen) BUMN, Kartika Wirjoatmodjo (CNBC Indonesia/Anisatul Umah)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memaparkan penyebab masalah keuangan yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang menyebabkan perusahaan menanggung liabilitas yang nilainya mencapai lebih dari Rp 54,5 triliun.

Masalah ini ternyata telah terjadi sejak belasan tahun dan manajemen lama mengambil keputusan yang dinilai makin memberatkan perusahaan.

Wakil Menteri (Wamen) BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan penyebab utama perusahaan tersebut bermasalah adalah masalah solvabilitas dan likuiditas.

Namun sayangnya langkah penyelamatan yang dilakukan manajemen perusahaan beberapa tahun lalu bukannya memberikan jalan keluar yang baik bagi perusahaan, malah membuat kondisi perusahaan makin berat.

"Untuk masalah solvabilitas dan likuiditas untuk sementara dilakukan window dressing laporan keuangan dengan meluncurkan reasuransi dan revaluasi aset sejak 2008-2017. Untuk menyelesaikan pesoalan likuiditas manajemen melakukan penerbitan produk asuransi yang bersifat investasi dan berbunga tinggi yang sangat buruk untuk perusahaan di masa yang akan datang," kata Kartika dalam IFG Progress Launching, Rabu (28/4/2021).

Kemudian, lanjutnya, alasan yang makin memberatkan adalah kegiatan investasi yang sembrono akibat tak adanya pedoman investasi untuk mengatur penempatan investasi perusahaan.

Akibatnya manajemen tidak bisa membatasi penempatan dana ke aset-aset yang berisiko tinggi dan tidak likuid.

Kondisi tersebut berujung pada hilangnya kepercayaan publik kepada perusahaan karena Jiwasraya mengalami masalah keuangan yang berat.

"Kondisi ini berakibat pada tekanan likuditas di antaranya mayoritas aset yang dimiliki saat ini tidak memiliki nilai dan tidak likuid, sehingga produk Saving Plan harus dihentikan penjualannya karena sudah gagal bayar dan sudah bersifat ponzi scheme [skema ponzi] kemudian turunnya pendapatan investasi, dan sejak 2017 nilai klaim meningkat drastis," jelas mantan Dirut PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang biasa disapa Tiko ini.

Perusahaan pun akhirnya tak mampu memenuhi aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai batas kecukupan modal di mana rasio solvabilitas perusahaan mencapai -1.003,7% per Desember 2020 dan mengalami defisit ekuitas hingga Rp 38,6 triliun dengan mayoritas aset berkualitas buruk dan tidak likuid.

Selain itu, nilai utang klaim yang ditunda pembayarannya mencapai Rp 20 triliun. Sedangkan aset-aset perusahaan yang tidak baik ini hanya bernilai Rp 15,7 triliun.

Hingga saat ini perusahaan bersama dengan pihak Kementerian BUMN mencari jalan keluar untuk menyelamatkan kondisi perusahaan.

Dari tiga opsi yang ditawarkan, dipilihkan langkah restrukturisasi, transfer dan bail in kepada perusahaan melalui pembentukan perusahaan baru bernama IFG Life, anak usaha dari Indonesia Financial Group (IFG) nama baru dari Holding BUMN Penjaminan dan Perasuransian PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero).


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Ada 381 Kontrak Korporasi Jiwasraya Belum Deal, Kapan Kelar?


(tas/tas)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading