
Meski Melemah, Rupiah Masih Bertahan di Bawah Rp 14.500/US$

Kasus penyakit virus corona (Covid-19) yang kembali meningkat di Eropa membuat dolar AS yang menyandang status safe haven kembali menjadi sasaran investasi. Jerman, salah satu negara yang menghadapi kenaikan kasus Covid-19 dan sudah menerapkan aturan pembatasan aktivitas masyarakat yang lebih ketat dan bakal berlaku hingga Juni nanti.
Di India kasus Covid-19 sudah meledak, bahkan 2 pekan ke depan rumah sakit diperkirakan akan menjadi "neraka".
"Situasinya kritis sekarang. Pandemi ini adalah yang terburuk yang pernah kami lihat. Dua minggu ke depan akan menjadi neraka bagi kami," ujar Dr Shaarang Sachdev dari Rumah Sakit Healthcare Super Speciality, seperti dikutip dari Sky News, Selasa (27/4/2021).
Pelaku pasar juga menanti hasil rapat kebijakan moneter The Fed yang akan diumumkan Kamis dini hari waktu Indonesia.
Ketua The Fed, Jerome Powell berulang kembali menegaskan tidak akan merubah kebijakan moneternya meski pertumbuhan ekonomi serta inflasi di AS naik lebih tinggi ketimbang prediksi.
The Fed menerapkan kebijakan suku bunga 0,25% dan pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan.
The Fed diperkirakan belum akan merubah kebijakannya, tetapi pelaku pasar pasar tetap menanti kemungkinan adanya petunjuk terbaru akan kebijakan ultra longgar akan mulai diketatkan, mengingat perekonomian AS pulih lebih cepat dari ekspektasi.
David Mericle ekonom di Goldman Sachs mengatakan ia melihat The Fed baru akan memberikan petunjuk pengurangan QE atau yang dikenal dengan istilah tapering pada semester II tahun ini. Melansir CNBC International, Mericle melihat The Fed akan mulai melakukan tapering pada awal 2022, dengan pengurangan sebesar US$ 15 per bulan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
