
Rupiah Jaya! Dolar AS Teraniaya di Asia

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sukses menghentikan rekor buruk melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu, dan melanjutkan kinerja positif pada perdagangan Senin (26/4/2021). Dolar AS yang sedang lesu membuat rupiah menguat dengan mudah.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14% ke Rp 14.500/US$. Setelahnya penguatan rupiah terakselerasi hingga 0,34% ke Rp 14.470/US$ dan bertahan di zona hijau sepanjang hari.
Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.480/US$, menguat 0,28% di pasar spot.
Tidak hanya rupiah, mayoritas mata yang utama Asia juga menguat melawan dolar AS. Hingga pukul 15:13 WIB, hanya peso Filipina dan baht Thailand yang melemah. Beberapa mata uang juga mencatat penguatan yang cukup signifikan, dolar Taiwan menjadi yang terbaik sebesar 0,55%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Minggu lalu, rupiah sukses menghentikan tren tidak pernah menguat dalam 9 pekan beruntun melawan dolar AS pada, setelah menguat 0,27%. Ini merupakan penguatan mingguan pertama rupiah setelah stagnan pada pekan sebelumnya, dan melemah dalam 8 pekan beruntun. Rentetan tersebut menjadi rekor terburuk sejak September 2015, saat itu rupiah melemah dalam 11 pekan beruntun.
Merosotnya indeks dolar AS menjadi pemicu penguaatan rupiah. Pada pekan lalu indeks dolar AS merosot nyaris 1% dan berlanjut sore ini sebesar 0,11% ke 90,755. Level tersebut merupakan yang terendah sejak 3 Maret lalu. Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS juga telah melemah dalam 3 pekan beruntun dengan total 2,33%.
Di pekan ini, ada bank sentral AS (The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter.
Ketua The Fed, Jerome Powell berulang kembali menegaskan tidak akan merubah kebijakan moneternya meski pertumbuhan ekonomi serta inflasi di AS naik lebih tinggi ketimbang prediksi. Hal tersebut menjadi pemicu pelemahan dolar AS belakangan ini.
The Fed menerapkan kebijakan suku bunga 0,25% dan pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan. Kebijakan tersebut merupakan salah satu pemicu kebangkitan bursa saham global, sehingga ketika belum ada indikasi perubahan kebijakan maka akan menjadi sentimen positif.
David Mericle ekonom di Goldman Sachs mengatakan ia melihat The Fed baru akan memberikan petunjuk pengurangan QE atau yang dikenal dengan istilah tapering pada semester II tahun ini. Melansir CNBC International, Mericle melihat The Fed akan mulai melakukan tapering pada awal 2022, dengan pengurangan sebesar US$ 15 per bulan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'
