Digempur Banyak Sentimen Negatif, Rupiah Maju Tak Gentar!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 April 2021 09:28
Ilustrasi Dollar
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Jumat (23/4/2021). Mata Uang Garuda melanjutkan kinerja positif Kamis kemarin meski banyak sentimen negatif yang menghantui.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.510/US$ atau menguat tipis 0,03% di pasar spot.

Sepanjang pekan ini hingga Kamis kemarin, rupiah sudah membukukan penguatan 0,31%. Jika hingga penutupan perdagangan nanti masih bertahan di zona hijau, maka rupiah akan menghentikan tren tidak pernah melemah dalam 9 pekan terakhir, rinciannya melemah 8 pekan beruntun dan stagnan pada pekan lalu.

Sentimen negatif bagi rupiah yakni sentimen pelaku pasar yang memburuk, terindikasi dari merosotnya bursa saham AS (Wall Street) Kamis waktu setempat, kemudian disusul bursa saham Asia pagi ini.

Anjlokjnya kiblat bursa saham dunia tersebut terjadi setelah Presiden AS Joseph 'Joe' Biden dikabarkan mempertimbangkan untuk menaikkan pajak keuntungan investasi hingga hampir dua kali lipat ke angka 39,6% di segmen masyarakat berpendapatan besar untuk membiayai subsidi anak dan pendidikan dalam rencana American Family Plan milik Biden.

Meski demikian, rencana Biden tersebut bisa menguntungkan negara-negara lainnya, sebab ada kemungkinan investor di AS mengalirkan modalnya ke luar negeri. Indonesia, bisa menjadi salah satu negara yang mendapat rejeki tersebut, sebab imbal hasil yang ditawarkan masih relatif tinggi.

Selain itu, rupiah juga masih dibayang-bayangi lambatnya pemulihan ekonomi Indonesia, hingga proyeksi pertumbuhan ekonomi di pangkas.

Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini menjadi 4,3%, dibandingkan proyeksi yang diberikan bulan Januari lalu sebesar 4,8%. Pada bulan Oktober tahun lalu, IMF bahkan memproyeksikan produk domestik bruto (PDB) Indonesia akan melesat 6,1%.

Sementara BI Selasa lalu mengumumkan mempertahankan suku bunga acuan 3,5%. Namun, BI menurunkan proyeksi produk domestik bruto (PDB) tahun ini menjadi 4,1-5,1% dari sebelumnya 4,3-5,3%.

"Pertumbuhan ekonomi diperkirakan 4,1-5,1%," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode April 2021, Selasa (20/4/2021)

HALAMAN SELANJUTNYA >>> S&P Pertahankan Peringkat Surat Utang Indonesia BBB-

Sementara itu, lembaga pemeringkat global yang berbasis di New York AS, Standard and Poor's (S&P) masih mempertahankan prospek atau outlook "negatif" atas surat utang Indonesia dengan rating BBB pada 22 April 2021.

Peringkat surat utang Indonesia diturunkan menjadi "negatif" dari sebelumnya "stabil" pada 17 April 2020 lalu.

Berdasarkan laporan resmi S&P dikutip Jumat pagi (23/4), lembaga rating ini menyatakan bahwa peringkat Indonesia dipertahankan pada level BBB (Investment Grade) karena prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat dan rekam jejak kebijakan yang berhati-hati yang tetap ditempuh otoritas.

Pada sisi lain, S&P juga menyatakan bahwa risiko fiskal dan risiko eksternal terkait pandemi Covid-19 perlu menjadi perhatian.

S&P memperkirakan perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terakselerasi pada 2022 seiring percepatan program vaksinasi dan normalisasi aktivitas ekonomi secara bertahap.

Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja oleh Pemerintah pada November 2020 juga akan menciptakan lapangan kerja dan menarik penanaman modal asing (PMA) sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Di sisi fiskal, dalam jangka pendek, S&P memperkirakan Pemerintah akan mempertahankan kebijakan fiskal yang ekspansif untuk mendorong pemulihan ekonomi, sehingga defisit fiskal akan lebih tinggi dibandingkan rata-rata historisnya.

S&P memandang dukungan fiskal masih dibutuhkan untuk mitigasi dampak pandemi dan mendukung pemulihan ekonomi. Selanjutnya, S&P memperkirakan bahwa Pemerintah akan secara bertahap mengembalikan kebijakan fiskal ke arah yang lebih prudent.

S&P mencatat peran Bank Indonesia (BI) dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan meredakan guncangan ekonomi dan keuangan.

Langkah BI membeli surat berharga Pemerintah di pasar primer sebagai last resort, dapat membantu Pemerintah mengelola kebutuhan pendanaan dan menurunkan beban bunga ketika pasar keuangan sedang mengalami tekanan.

S&P memandang langkah ini tidak terindikasi memberikan dampak signifikan terhadap inflasi dan imbal hasil obligasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular