
Mohon Maaf, Hari Ini Belum Harinya Rupiah...

Rupiah masih terjebak di tren depresiasi. Dalam sebulan terakhir, rupiah melemah 1,42% secara point-to-point di pasar spot. Sejak akhir 2020 (year-to-date), pelemahan rupiah mencapai 3,99%.
Sepertinya depresiasi rupiah tidak lepas dari arus modal asing yang keluar dari pasar keuangan Ibu Pertiwi, terutama di obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN). Per 13 April 2021, nilai kepemilikan investor asing di SBN adalah Rp 954,2 triliun. Berkurang Rp 22,28 triliun dari posisi awal tahun.
"Volatilitas kurs tidak bisa diterima dengan baik oleh investor obligasi. Ke depan, jalan masih akan terjal seiring volatilitas di pasar keuangan global," sebut riset DBS.
Persepsi terhadap risiko pelemahan rupiah semakin terkonfirmasi dari data perdagangan internasional, terutama di sisi impor. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai impor pada Maret 2021 adalah US$ 16,79 miliar. Tumbuh 25,73% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year).
Seiring geliat ekonomi, impor pun mulai terangkat. Sebab, dunia usaha membutuhkan lebih banyak bahan baku/penolong dan barang modal untuk merespons peningkatan permintaan.
Kenaikan impor ini memang menunjukkan ekonomi mulai 'sehat' meski belum pulih betul. Namun dampaknya adalah tekanan terhadap rupiah karena tingginya kebutuhan valas dalam rangka impor.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
