Jakarta, CNBC indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Di pasar spot, rupiah lagi-lagi berakhir stagnan.
Pada Kamis (15/5/2021), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.646. Rupiah melemah 0,09% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Sementara di pasar spot, mata uang Tanah Air ditutup stagnan Kala penutupan pasar, rupiah menempati posisi Rp 14.600/US$, sama seperti hari sebelumnya. Kemarin, rupiah juga ditutup stagnan di posisi yang sama.
Sayangnya, stagnasi rupiah terjadi kala mayoritas mata uang utama Asia menguat di hadapan dolar AS. Hanya yuan China, won Korea Selatan, dan dolar Hong Kong yang melemah.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 15:23 WIB:
Halaman Selanjutnya --> Jalan Masih Terjal
Rupiah masih terjebak di tren depresiasi. Dalam sebulan terakhir, rupiah melemah 1,42% secara point-to-point di pasar spot. Sejak akhir 2020 (year-to-date), pelemahan rupiah mencapai 3,99%.
Sepertinya depresiasi rupiah tidak lepas dari arus modal asing yang keluar dari pasar keuangan Ibu Pertiwi, terutama di obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN). Per 13 April 2021, nilai kepemilikan investor asing di SBN adalah Rp 954,2 triliun. Berkurang Rp 22,28 triliun dari posisi awal tahun.
"Volatilitas kurs tidak bisa diterima dengan baik oleh investor obligasi. Ke depan, jalan masih akan terjal seiring volatilitas di pasar keuangan global," sebut riset DBS.
Persepsi terhadap risiko pelemahan rupiah semakin terkonfirmasi dari data perdagangan internasional, terutama di sisi impor. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai impor pada Maret 2021 adalah US$ 16,79 miliar. Tumbuh 25,73% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year).
Seiring geliat ekonomi, impor pun mulai terangkat. Sebab, dunia usaha membutuhkan lebih banyak bahan baku/penolong dan barang modal untuk merespons peningkatan permintaan.
Kenaikan impor ini memang menunjukkan ekonomi mulai 'sehat' meski belum pulih betul. Namun dampaknya adalah tekanan terhadap rupiah karena tingginya kebutuhan valas dalam rangka impor.
TIM RISET CNBC INDONESIA