Bitcoin Dkk Makin Berkilau Nih Guys, Emas Bakal Lewat?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
11 April 2021 13:46
Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Mata uang kripto (cryptocurrency), seperti Bitcoin, Ethereum, Dogecoin, dan cryptocurrency lainnya memang sedang jadi primadona di kalangan investor, terutama investor individu, karena menawarkan 'cuan' yang tebal dibandingkan dengan instrumen yang lainnya, termasuk emas.

Alhasil, karena sebagian besar investor beralih ke mata uang kripto tersebut, emas tak lagi berkilau seperti tahun lalu atau tahun sebelum-sebelumnya disaat krisis melanda.

Emas sebagai aset safe haven biasanya diburu ketika selera terhadap risiko pelaku pasar memburuk. Namun saat ekonomi bangkit, risk appetite pulih, emas cenderung dilepas oleh pemegangnya.

Inilah yang membuat banyak orang mencari alternatif aset lain untuk lindung nilai (hedging). Salah satunya dengan membeli Bitcoin. Aset digital ini semakin populer di kalangan investor institusi.

Berdasarkan data dari bank investasi Wall Street, JPMorgan mencatat adanya outflow dari emas senilai US$ 20 miliar dan inflow ke Bitcoin mencapai US$ 7 miliar.

Hal ini menunjukkan bahwa mulai banyak investor yang agresif memburu risiko guna memperoleh cuan lebih tebal walaupun seringkali malah cenderung spekulatif.

Kenaikan imbal hasil (yield) obligasi global menjadi penyebab utama tren pergerakan emas cenderung biasa-biasa saja. Kenaikan yield mencerminkan kenaikan opportunity cost memegang emas sebagai aset yang tak memberikan imbal hasil apapun. Hal inilah yang menyebabkan mengapa emas cenderung ditinggalkan oleh investor.

Selain itu prospek perekonomian yang lebih cerah juga turut menahan harga emas dari apresiasi lanjutan. Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi naik pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini menjadi 6%.

Di lain sisi, The Fed dalam risalah rapatnya masih akan tetap membeli obligasi pemerintah guna membantu menggeliatkan kembali perekonomian yang masih lesu. Suku bunga akan dibiarkan rendah untuk waktu yang cukup lama.

Inflasi akan meningkat memang. Namun The Fed mengatakan hal tersebut hanya akan bersifat temporer. The Fed akan terus berupaya membawa inflasi ke target 2% dan mengupayakan penciptaan lapangan kerja maksimal untuk perekonomian.

Dengan kebijakan The Fed tersebut sebenarnya ada peluang membuat dolar AS melemah. Saat dolar AS mengalami pelemahan terhadap mata uang lain, greenback juga cenderung melemah terhadap bullion. Namun dalam kondisi saat ini emas sebenarnya kekurangan katalis yang kuat untuk membantunya melesat.

Sementara itu, survei yang dilakukan oleh Kitco terhadap 16 analis Wall Street dan 807 investor di Main Street menunjukkan bahwa keduanya memiliki perbedaan pendapat.

Mayoritas analis Wall Street (50%) cenderung bearish terhadap emas pekan ini. Sementara itu mayoritas investor di Main Street (47%) cenderung bullish.

Namun, Well's Fargo pun memperkirakan harga emas bisa tembus US$ 2.200 per troy ons tahun ini. Sangat bullish memang mengingat rekor harga emas tahun lalu masih di level US$ 2.000. Pernyataan ini diungkapkan oleh Kepala Strategi Aset Riil bank tersebut John LaForge.

Salah satu pemantiknya adalah suplai emas yang cenderung defisien. Hal ini bisa memicu terjadinya reli harga emas.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular