
Saat IMF Bicara Ekonomi Moncer, Harga Batu Bara Kok Nyungsep?

Jakarta, CNBC Indonesia - Di saat Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan ramalan yang lebih positif terhadap perekonomian global, harga batu bara malah melemah.
Harga kontrak futures batu bara termal ICE Newcastle menurun 1,78% pada penutupan perdagangan kemarin. Harga kontrak yang aktif ditransaksikan tersebut kini jatuh ke bawah US$ 90/ton atau tepatnya ke US$ 88,5/ton.
Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath menyebut proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini adalah 6%, naik dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu 5,5%. Jika Produk Domestik Bruto (PDB) dunia benar-benar tumbuh 6%, maka akan menjadi catatan terbaik sejak 1973.
Ketika ekonomi berada di fase ekspansif maka permintaan terhadap komoditas naik. Hal ini bisa menjadi sentimen sekaligus katalis positif bagi batu bara. Koreksi yang terjadi kemarin lebih menunjukkan koreksi yang sehat.
Tren kenaikan harga batu bara Newcastle juga membuat harga batu bara acuan (HBA) Indonesia bulan April juga menguat. HBA naik US$ 2,21 per ton dari posisi Maret 2021 sebesar US$ 84,47 per ton.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Agung Pribadi, mengatakan memanasnya perang dagang Australia dan China berpengaruh terhadap sejumlah harga komoditas global termasuk batu bara.
Menurutnya tensi dagang tersebut berimbas positif karena naiknya permintaan batu bara Indonesia ke China. Soal ekspor, RI sedang berupaya menggenjot pengiriman batu bara ke China sebanyak 200 juta ton tahun ini.
Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) memproyeksikan ekspor batu bara tahun 2021 ke China sebesar 160 juta ton. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia.
Menurutnya target 160 juta ton ini masih dibahas dalam conference call dengan pihak China Coal Transportation and Distribution Association (CCTDA).
Sebelumnya Hendra pernah menyampaikan harapan ekspor batu bara ke China tahun ini bisa mencapai 200 juta ton. Menanggapi pernyataan sebelumnya, Hendra menyebut angka 200 juta ton adalah angka di MoU.
Menurutnya ekspor ke China tahun lalu mencapai sekitar 140 juta ton. Mengejar ekspor 200 juta ton seperti di dalam MoU dia sebut tidak bisa serta merta.
Dari sisi produksi, output di kuartal pertama tahun ini kemungkinan akan lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu. Curah hujan yang cukup tinggi dia sebut menjadi penyebab turunnya produksi di Kuartal I tahun ini.
Meski di Kuartal I diproyeksikan lebih rendah, namun sampai akhir tahun 2021 diproyeksikan produksinya bisa mencapai lebih dari yang ditargetkan pemerintah. Seperti diketahui tahun ini pemerintah menargetkan produksi 550 juta ton.
Berdasarkan data dari Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang dikutip CNBC Indonesia per, Selasa, (06/04/2021) realisasi produksi mencapai 142,42 juta ton, atau 25,89% dari target.
Realisasi ekspornya mencapai 66,83 juta ton atau 16,92%. Lalu realisasi (domestic market obligation/DMO) mencapai 19.50 juta ton atau 12,58% dari target.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Harga Batu Bara Terbang 17%, Sampai Kapan?