
Kena Dead Cat Bounce, Saham-Saham BUMN Karya Ambruk Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah kemarin sempat ditutup menguat, saham-saham emiten BUMN Karya kembali ambruk serentak pada awal perdagangan sesi I hari ini, Rabu (7/4/2021).
Kebangkitan sesaat saham-saham tersebut pada Selasa (6/7) tampaknya berhubungan dengan fenomena dead cat bounce, atau dapat diterjemahkan bebas menjadi pantulan kucing mati.
Dead cat bounce adalah istilah untuk saham-saham yang tiba-tiba bangkit ketika terjadinya tren koreksi yang tajam sebelumnya.
Berikut gerak saham-saham emiten konstruksi pelat merah pada Selasa (6/7) dan pagi ini, pukul 09.27 WIB.
Berdasarkan tabel di atas, saham-saham BUMN Karya kompak anjlok pagi ini setelah kemarin sempat ditutup melesat berbarengan. Merosotnya saham-saham tersebut tampaknya mengonfirmasi fenomena dead cat bounce.
Ada pepatah lama di pasar saham, "Bahkan seekor kucing yang sudah mati akan memantul jika dijatuhkan dari ketinggian yang cukup".
Dalam hal ini, dead cat bounce merujuk ke pemulihan jangka pendek suatu saham setelah mengalami tren pelemahan dalam waktu tertentu.
Sebelumnya, dead cat bounce sudah pernah terjadi di saham konstruksi. Tepatnya pada tanggal 8 Februari silam, ketika saham-saham konstruksi beramai-ramai bangkit setelah sebelumnya ambruk parah dari posisi tertingginya dalam 2 tahun terakhir.
Setelah apresiasi di tanggal tersebut, toh ternyata saham-saham konstruksi ini masih melanjutkan tren koreksinya hingga akhirnya pada perdagangan kemarin saham-saham konstruksi kembali rebound.
Adapun saham WSKT menjadi yang paling ambles di antara saham-saham lainnya, yakni sebesar 3,18% ke Rp 1.065/saham. Pelemahan ini dibayangi aksi jual bersih oleh asing sebesar Rp 3,61 miliar.
Seperti emiten konstruksi pelat merah lainnya, kemarin (6/4) saham WSKT berhasil rebound setelah terbenam di zona merah selama 12 hari beruntun.
Sebelumnya, saham-saham BUMN Karya memang terkoreksi parah akibat rilis laporan keuangan yang mengecewakan para pelaku pasar.
WSKT, misalnya, terpaksa membukukan rugi bersih Rp 7,38 triliun pada sepanjang tahun lalu.
Rugi bersih yang amat masif ini menyapu bersih seluruh laba ditahan Waskita yang sudah dikumpulkan sejak perseroan pertama kali berdiri pada tahun 1973 sehingga ekuitas WSKT saat ini hanya tersisa Rp 7,53 triliun, lenyap lebih dari separuh tepatnya 57,88% dari posisi tahun lalu Rp 17,88 triliun.
Bahkan, WSKT terpaksa membukukan rugi bruto sebesar Rp 1,97 triliun. Rugi bruto sendiri merupakan hal yang sangat negatif karena pendapatan usaha alias omset bahkan tidak dapat menutupi beban pokok pendapatan.
Sejatinya tak hanya WSKT yang merugi, akan tetapi anak usahanya juga terpantau membukukan rugi bersih parah yang tentu saja memberatkan entitas induk. Catat saja PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) tercatat mencetak rugi bersih Rp 4,75 triliun dan PT Waskita Toll Road yang merugi Rp 965 miliar.
Berbeda dengan WSKT, saudaranya sesama BUMN Karya PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) masih mampu membukukan untung bersih di tahun 2020 sebesar Rp 50 miliar tidak merugi memang, akan tetapi angka ini turun 92% dari laba bersih tahun lalu.
Akan tetapi sejatinya WIKA bisa membukukan laba bersih bukan karena operasional perusahaan akan tetapi karena pendapatan lain-lain yang naik dari Rp 1,18 triliun menjadi Rp 3,06 triliun. Pendapatan lain-lain ini utamanya didapatkan dari pemulihan penurunan nilai yang bersifat one-off sebesar Rp 2,37 triliun.
Meskipun demikian pemulihan penurunan nilai ini tidak didapatkan WIKA dalam bentuk uang kas akan tetapi sebagian besar melaui konversi piutang usaha milik WIKA Realty menjadi penyertaan saham di PT Jakarta River City, PT Makassar Coastal City alias debt to equity swap.
Aksi debt to equity swap biasanya merugikan perusahaan sebab biasanya perseroan terpaksa menukar piutangnya dengan saham perusahaan yang kinerjanya dipertanyakan (karena tidak mampu membayar hutang) di harga tinggi.
Mirip dengan WIKA, PTPP memang mampu membukukan laba bersih, meski anjlok parah dari tahun lalu. PTPP berhasil meraup cuan Rp 128 miliar tahun ini, turun 86% dari posisi tahun lalu.
Kondisi PTPP sejatinya menjadi yang paling 'mending' diantara BUMN-BUMN Karya lain dimana PTPP sukses membukukan laba bruto Rp 2,1 triliun 'hanya' turun 43% dibanding tahun lalu.
Terakhir, ADHI yang baru saja mengeluarkan laporan keuangan mereka selama tahun 2020 lalu juga terpantau rugi parah.
Berdasarkan laporan keuangan tersebut,ADHI mencetak laba bersih sebesar Rp 23,98 miliar. Besaran laba pada 2020 anjlok hingga 96% jika dibandingkan dengan tahun 2019 yang mana perusahaan memperoleh keuntungan Rp 663,8 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan, anjloknya laba sejalan dengan turunnya pendapatan perusahaan dari penjualan pada tahun 2020 menjadi Rp 10,8 triliun atau menyusut 29,27% secara tahunan (Year-on-year/YoY). Pendapatan perusahaan selama tahun 2019 mencapai Rp 15,3 triliun.
(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Ibu Kota Baru Mau Dilantik, Saham Adhi Karya cs 'Terbang'