Naiknya Tipis, Harga Batu Bara Masih Malu Balik ke US$ 98

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
31 March 2021 08:55
Pekerja melakukan bongkar muat batu bara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (23/2/2021). Pemerintah telah mengeluarkan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adapun salah satunya Peraturan Pemerintah yang diterbitkan yaitu Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu Bara di Terminal Tanjung Priok. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Masuk kontrak baru, harga batu bara termal berjangka ICE Newcastle mulai membaik. Harga si batu legam ini ditutup menguat 0,57% ke US$ 88,8/ton. 

Harga kontrak si batu hitam yang aktif ditransaksikan di bursa berjangka ambles 7,44% ke US$ 88,3/ton di akhir periode kontrak. Untuk pertama kalinya sejak 18 Maret 2021, harga si batu legam berada di bawah US$ 90/ton.

Sebelumnya reli harga batu bara memang cenderung signifikan. Harga sempat menyentuh level tertingginya di US$ 98,4/ton. Setelah itu harga turun dan sempat berdiam di US$ 95/ton selama tiga hari jelang kontraknya berakhir. 

Rata-rata harga batu bara di kuartal pertama tahun ini secara keseluruhan masih lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu. Kenaikan harga batu bara disebabkan oleh berbagai macam faktor. Mulai dari fundamental hingga sentimen. 

Harga batu bara termal naik karena prospek ekonomi yang lebih baik tentunya, terutama China sebagai konsumen terbesarnya di dunia. Di saat yang sama pasokan batu bara domestik Negeri Panda sempat menipis sehingga China gencar membuka keran impor untuk melakukan stabilisasi harga dan memenuhi kebutuhannya. 

Apalagi momentumnya saat itu jelang perayaan tahun baru Imlek dan bertepatan dengan musim dingin. Biasanya di periode inilah permintaan listrik dan juga batu bara akan meningkat. 

Adanya harapan ekonomi bangkit yang dibarengi dengan kebijakan makro yang akomodatif lewat suku bunga rendah dan stimulus fiskal yang masif membuat harga-harga komoditas beterbangan.

Saat ekonomi lesu dan resesi dihantam pandemi, bank sentral memangkas suku bunga acuan dan pemerintah menerapkan kebijakan fiskal ekspansif yang salah satunya ditujukan untuk pembangunan infrastruktur.

Pembangunan infrastruktur tentunya akan membutuhkan berbagai komoditas terutama yang berasal dari hasil tambang, tak terkecuali untuk batu bara jenis metalurgi (kokas) yang banyak digunakan untuk pembuatan baja. 

Potensi kenaikan permintaan komoditas ini membuat tahun 2021 dijuluki era commodity supercycle. Adanya tanda-tanda commodity supercycle membuat para pelaku pasar memborong berbagai kontrak komoditas.

Adanya inflow dana ke kontrak komoditas membuat harganya di bursa berjangka juga beterbangan, seperti halnya harga batu bara.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Siap-siap! Si Hitam Manis Batu Bara Mau Meroket Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular