Siap-siap! Si Hitam Manis Batu Bara Mau Meroket Lagi

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
08 February 2021 10:30
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) kembali mewujudkan komitmennya dalam upaya hilirisasi dan peningkatan nilai tambah pertambangan batu bara. Salah satunya adalah dengan memproduksi karbon aktif dari bahan baku batu bara.
Foto: PT Bukit Asam Tbk (PTBA) kembali mewujudkan komitmennya dalam upaya hilirisasi dan peningkatan nilai tambah pertambangan batu bara. Salah satunya adalah dengan memproduksi karbon aktif dari bahan baku batu bara.

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara bergerak dengan volatilitas tajam sejak akhir bulan Desember tahun lalu. Harga batu bara sempat terjun bebas. Namun dalam waktu singkat harga si batu legam berhasil naik lagi bahkan ke rekor tertinggi barunya.

Pada perdagangan akhir pekan lalu Jumat (5/2/2021), harga kontrak futures (berjangka) batu bara termal ICE Newcastle melesat 4,41% ke US$ 84/ton. Padahal di pekan lalu harga kontrak yang aktif ditransaksikan ini sempat drop ke bawah US$ 80/ton.

Peningkatan permintaan menjadi salah satu faktor pengerek naik harga si batu legam. Di China, jelang perayaan Tahun Baru Imlek dan bertepatan dengan cuaca ekstrem musim dingin, kebutuhan dan konsumsi listrik meningkat.

Kenaikan konsumsi listrik ternyata tidak dibarengi dengan pasokan yang mencukupi. Sektor pertambangan batu bara China belum pulih, sehingga produksinya relatif lebih lambat dibanding kenaikan permintaannya. Harga pun melesat.

Untuk menurunkan harga yang sudah melesat tajam, pemerintah China terus berupaya untuk menggeber produksi domestik. Tak sampai di situ mereka juga mulai membuka keran impor lebih deras dari negara-negara produsen kecuali Australia.

Hubungan Beijing-Canberra diwarnai ketegangan akibat Covid-19. China yang merasa dituding jadi dalang dibalik merebaknya pandemi Covid-19 tak terima dan memilih memboikot produk-produk impor dari Negeri Kanguru, termasuk batu bara. 

China lebih memilih membeli batu bara dari Indonesia. Namun di saat yang sama, India yang juga sebagai konsumen terbesar batu bara global justru meningkatkan impor dari Australia. Hal ini membuat terjadinya pergeseran destinasi tujuan ekspor batu bara RI dan Australia. 

Indonesia lebih condong ke China sementara Australia fokus ke India. Kenaikan harga batu bara Newcastle dan pelonggaran kuota impor China membuat harga batu bara acuan (HBA) domestik menguat. 

Untuk bulan Februari, harga batu bara acuan RI mengalami kenaikan yang tajam ke posisi US$ 87,79 per ton, atau naik 15,75% dari posisi harga Januari 2021 yang sebesar US$ 75,84 per ton. 

"Adanya sentimen commodity supercycle, antara lain kenaikan harga gas ikut memperkuat harga batu bara," papar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi.

Agung menyebut sinyal supercycle ini diyakini bakal terjadi di tahun ini pada berbagai komoditas, terutama komoditas pertambangan. Salah satu pemicunya berasal dari suku bunga acuan yang rendah, dolar AS yang lemah, pertumbuhan ekonomi, serta pembangunan infrastruktur di berbagai negara.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Naiknya Tipis, Harga Batu Bara Masih Malu Balik ke US$ 98

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular