
Cek! Survei Ini Tunjukkan Bagaimana Ngerinya Dolar AS

Penguatan dolar AS tak lepas dari ekspektasi pelaku pasar terhadap pemulihan ekonomi AS pasca dihantam pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Gubernur bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell, dalam rapat kerja bersama Kongres AS di pekan ini, menyebut perekonomian AS akan sangat kuat di tahun 2021.
"(Perekonomian AS) akan sangat-sangat kuat pada tahun ini. Kemungkinan besar seperti itu," tegas Powell menjawab pertanyaan tentang prospek ekonomi Negeri Paman Sam, Rabu (25/3/2021).
Pulihnya perekonomian AS bisa menjadi kabar baik sekaligus kabar buruk juga. Kabar baiknya, ketika negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia ini pulih, negara-negara lainnya juga akan terkerek bangkit. Sebab roda bisnis akan berputar lebih cepat, ekspor ke Negeri Paman Sam akan meningkat.
Tetapi kabar buruknya, ada risiko terjadinya capital outflow dari negara-negara emerging market menuju Amerika Serikat.
Seperti diketahui, proses pemulihan ekonomi AS di tahun ini serta kenaikan inflasi membuat yield obligasi (Treasury) AS terus menanjak hingga mencapai level tertinggi sejak Januari 2020.
Artinya, yield Treasury AS kini berada di level pra pandemi, sebelum The Fed membabat habis suku bunganya menjadi 0,25%, dan mengaktifkan kembali program pembelian aset (quantitative easing/QE).
Kenaikan yield Treasury membuat selisihnya dengan yield obligasi negara berkembang menjadi menyempit yang memicu capital outflow.
Dari dalam negeri misalnya, data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pada periode 1 sampai 22 Maret kepemilikan asing di obligasi Indonesia sebesar Rp 952,8 triliun, turun sekitar Rp 18,6 triliun dibandingkan posisi akhir Februari lalu. Data tersebut menunjukkan capital outflow yang cukup besar terjadi di pasar obligasi Indonesia, yang akhirnya menekan rupiah.
Selain itu. ketika perekonomian AS sudah pulih, maka The Fed akan mulai melakukan normalisasi kebijakan moneter. Hal pertama yang dilakukan adalah mengurangi jumlah QE atau yang dikenal dengan istilah tapering. Saat ini nilai QE The Fed sebesar 120 miliar per bulan.
Tapering merupakan sesuatu yang ditakutkan pelaku pasar, karena dapat memicu gejolak pasar finansial global, yang dikenal dengan istilah taper tantrum. Berkaca dari pengalaman pada tahun 2013, saat taper tantrum terjadi dolar AS menjadi sangat perkasa.
Isu tapering sudah bergulir sejak awal tahun ini, tetapi The Fed berulang kali menegaskan belum akan melakukan hal tersebut dalam waktu dekat.
Hal yang sama diungkapkan Powell dalam rapat kerja dengan kongres AS.
Powell mengatakan The Fed belum memulai diskusi kapan waktu yang tepat untuk melakukan tapering.
"Dalam hal kebijakan moneter ke depannya, kami telah mengatakan akan mulai mengurangi QE ketika kami melihat kemajuan substansial menuju target full employment serta rata-rata inflasi 2%," kata Powell sebagaimana dilansir CNBC International Selasa (25/3/2021).
"Ketika kemajuan substansial tersebut terjadi, kami akan menyampaikan kapan waktunya melakukan tapering," tambahnya
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
