Heboh Obligasi AS, Begini Respons Sri Mulyani-Morgan Stanley

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
24 March 2021 07:20
Morgan Stanley
Foto: Morgan Stanley (REUTERS/Brendan McDermid)

Kembali ke pasar saham, riset Panin Sekuritas menyebutkan indeks acuan BEI masih 'galau' lantaran disebabkan oleh pelaku pasar yang bersikap konservatif terkait dengan potensi pergerakan yield obligasi AS yang diperkirakan masih akan meningkat di beberapa bulan ke depan. Kenaikan yield obligasi AS ini seiring dengan pernyataan Presiden AS Joe Biden untuk mempersiapkan stimulus sebesar US$ 3 triliun.

Dalam risetnya Panin Sekuritas menyebut, kejadian yang sama terjadi di bursa regional yang cenderung bergerak mixed.

"Penurunan yield obligasi AS masih dicermati pelaku pasar dan menunggu perkembangan dari pertemuan antara Jerome Powell dan juga Janet Yellen membahas terkait kebijakan ekonomi terkait krisis pandemi Covid-19," tulis riset Panin Sekuritas.

Kenaikan yield obligasi AS mencerminkan harga obligasinya turun karena harga dan yield bergerak berlawanan.

Ketika yield naik maka harga obligasi turun, sebaliknya ketika yield turun, maka harga obligasi naik. Kenaikan yield mencerminkan risiko meningkat, permintaan akan dolar AS sebagai safe haven juga akan mengalami kenaikan dan rupiah pun berpotensi tertekan.

Di sisi lain, Bank investasi asal AS, Morgan Stanley mengatakan kenaikan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun adalah wajar dan menjadi cerminan kepercayaan yang tumbuh dari para investor terhadap prospek ekonomi AS.

Analisis itu disampaikan Jim Caron, Manajer Portofolio Pendapatan Tetap Global Morgan Stanley, dilansir CNBC International.

Data mencatat, imbal hasil Treasury 10 tahun melonjak di atas 1,7% pada Kamis (18/3), level tertinggi dalam lebih dari setahun. Kenaikan yield itu terjadi meskipun bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), meyakinkan investor bahwa tidak ada rencana untuk menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, atau melonggarkan program pembelian obligasi.

Pada Kamis itu, imbal hasil pada obligasi US Treasury tenor 30-tahun juga naik 3 basis poin menjadi 2,472%.

Menurut Caron, kenaikan imbal hasil obligasi baru-baru ini tidak menunjukkan pengetatan kondisi keuangan di AS.

"Menurut saya, karena level yield obligasi AS sekitar 1,75%, 1,7% untuk tenor 10 tahun, saya pikir ini [yield ini] adalah level yang wajar di mana kami dapat mengharapkan beberapa konsolidasi [ekonomi]," katanya, Jumat (19/3/2021).

Namun dia memprediksi imbal hasil Treasury kemungkinan besar akan tetap dalam kisaran saat ini, tidak melanjutkan kenaikan jauh lebih tinggi atau berbalik turun banyak.

"Karena ini adalah level yang diharapkan pasar akan kami capai, pada pengumuman Fed yang lebih dovish [kalem] dari yang diharapkan. Dan itulah yang kami dapatkan," katanya kepada CNBC dalam program "Squawk Box Asia".

Setelah pertemuan kebijakan moneter bank sentral AS selama 2 hari ditutup pada Rabu waktu AS, the Fed mengatakan pihaknya melihat pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dari perkiraan sebelumnya. Bank sentral AS memperkirakan produk domestik bruto (PDB) AS akan naik menjadi 6,5% pada tahun 2021. Ini lebih tinggi dari proyeksi kenaikan PDB 4,2% yang diperkirakan di Desember.

The Fed juga memperkirakan inflasi inti akan mencapai 2,2% tahun ini, tetapi memiliki ekspektasi jangka panjang tetap di sekitar 2%.

Michael Spencer, Kepala Ekonom dan Kepala Penelitian Asia-Pasifik di Deutsche Bank, menggemakan pandangan serupa.

Dia menyatakan "sangat wajar jika imbal hasil obligasi jangka panjang naik."

"Semua orang sangat optimis pada pertumbuhan AS. Kami berharap sepanjang tahun ini, ekonomi akan tumbuh 7,5%," katanya dalam program "Squawk Box Asia" di CNBC.

"Saya tidak berpikir apa yang kami lihat itu tidak teratur. Saya pikir kita harus berharap pada akhir tahun, imbal hasil obligasi 10 tahun akan menjadi dua dan seperempat (persen), atau lebih tinggi."

Lebih lanjut Caron mengatakan, kenaikan imbal hasil Treasury adalah cerminan dari momentum pertumbuhan yang kuat untuk ekonomi AS setelah (setara Rp 27.000 triliun, kurs Rp 14.000/US$) baru-baru ini ditandatangani oleh pemerintahan Joe Biden bulan lalu.

Stimulus ini kemungkinan akan meningkatkan kepercayaan karena AS mulai pulih dari pandemi virus corona.

"Keyakinan datang saat negara bagian dibuka kembali, orang-orang divaksinasi dan tingkat infeksi turun. Tentu saja, semua uang ekstra yang dikeluarkan dari program bantuan dan perlindungan penggajian ini akan sangat membantu. Itu akan sangat membantu kepercayaan dan konsumsi-konsumsi menjadi 70% dari PDB," kata Caron.

Caron juga tidak mengkhawatirkan bahwa paket bantuan fiskal dapat menyebabkan inflasi yang lebih tinggi.

"Saya tidak tahu seberapa inflasi sebenarnya ini. Sudah banyak pencetakan uang. Namun, yang harus kita lihat adalah velositasnya, yang artinya aktivitas ekonomi benar-benar mulai meningkat hingga benar-benar menciptakan inflasi. Dan kami belum melihatnya," katanya.

(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular