
Ngos-ngosan Sepekan, Harga Minyak Dunia Gak Kuat Nanjak

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah tertekan dalam seminggu terakhir akibat aksi jual yang dilakukan oleh para trader di bursa berjangka. Pada perdagangan kedua pekan ini harga minyak masih tertekan.
Selasa (23/3/2021) harga kontrak futures (berjangka) minyak mentah Brent turun 0,73% ke US$ 64,15/barel sementara untuk kontrak minyak West Texas Intermediate (WTI) drop 0,71% ke US$ 61,1/barel. Kedua kontrak minyak ini turun lebih dari 6% minggu lalu.
ING Bank dalam sebuah catatan mengatakan bahwa harga minyak mengalami minggu terburuknya tahun ini karena kekhawatiran atas meningkatnya kasus Covid-19 di seluruh Eropa. Koreksi harga terjadi pada saat ada tanda-tanda yang jelas dari pelemahan permintaan minyak (fisik) di pasar.
Penurunan permintaan minyak fisik ini terjadi karena adanya aktivitas pemeliharaan (maintenance) kilang minyak di seluruh dunia, termasuk China dan Amerika Serikat (AS). Reuters melaporkan musim pemeliharaan kilang China akan mencapai puncaknya pada Mei dan mulai turun pada Juni.
Di saat yang sama kenaikan infeksi Covid-19 di Eropa juga membuat kebijakan karantina wilayah (lockdown) menjadi marak di Benua Biru.
Hampir sepertiga orang Prancis kembali berada dalam kondisi lockdown selama sebulan mulai hari Sabtu lalu. Sementara Jerman berencana untuk memperpanjang lockdown hingga bulan Mei.
Beralih ke Negeri John Bull, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson memperingatkan pada hari Senin bahwa gelombang ketiga infeksi Covid-19 yang melanda seluruh Eropa dapat menuju ke Inggris.
Walau pemulihan ekonomi masih menuai risiko ketidakpastian tetapi bos Saudi Aramco. SE Amin Nasser optimis dengan prospek jangka panjang untuk pengekspor minyak utama dunia itu.
Pada hari Minggu, Nasser mengatakan permintaan minyak global berada di jalur yang tepat untuk mencapai 99 juta barel per hari (bph) pada akhir 2021.
"Sementara saya pikir permintaan akan meningkat lebih lanjut karena lebih banyak negara melonggarkan pembatasan perjalanan dalam beberapa bulan mendatang, dampak dari hal ini akan diimbangi dengan peningkatan pasokan minyak," Fawad Razaqzada, analis pasar di ThinkMarkets mengatakan.
"OPEC+ akan melonggarkan pembatasan pasokan secara perlahan, sementara produksi serpih AS kemungkinan akan meningkat karena harga minyak yang naik lagi. Secara keseluruhan, saya tidak dapat melihat harga minyak bergerak naik secara signifikan lebih jauh."
"Saya pikir Brent akan cenderung bertahan di atas US$ 70 dan memperkirakan WTI akan mencapai rata-rata sekitar US$ 60 per barel pada tahun 2021," tambahnya, sebagaimana dikabarkan Reuters.
Goldman Sachs mengatakan hambatan pasar minyak terkait dengan permintaan Uni Eropa dan pasokan Iran akan memperlambat penyeimbangan pasar pada kuartal kedua, meskipun pihaknya mengharapkan Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya untuk bertindak untuk mengimbangi itu.
Goldman mengharapkan peningkatan signifikan dalam permintaan minyak global dalam beberapa bulan mendatang, mengangkat perkiraan harga Brent menjadi US$ 80 per barel musim panas ini.
Goldman Sachs melihat koreksi harga minyak sebagai kesempatan membeli. Bank asal Wall Street itu mengatakan bahwa hambatan terkait dengan permintaan Uni Eropa dan pasokan Iran akan memperlambat penyeimbangan pasar minyak sebesar 0,75 juta barel per hari (bph) pada kuartal kedua.
Namun Goldman Sachs mengharapkan para kartel yang tergabung dalam aliansi OPEC+ akan bertindak untuk mengimbangi itu. Bank memperkirakan produksi OPEC+ meningkat 2,8 juta bph pada Agustus, jauh di atas peningkatan produksi yang diharapkan oleh OPEC dan Badan Energi Internasional (IEA).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pascamelesat 5%, Harga Minyak Diterpa Aksi Ambil Untung