
Saat Yield Obligasi AS Menguat, Asing Kabur Rp 1,7 T dari SBN

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) masih terjadi hingga kini. Prospek pemulihan ekonomi AS yang semakin nyata menjadi penyebab yield surat utang AS tersebut masih mengalami kenaikan dan harganya masih turun.
Sebagai informasi, yield dengan harga berbanding terbalik, sehingga jika yield obligasi mengalami kenaikan, maka harga obligasi tersebut juga akan mengalami penurunan.
Pada akhir pekan lalu, yield obligasi AS (Treasury) untuk tenor 10 tahun kembali naik sebesar 2,4 basis poin (bp) ke level 1,73%. Sepanjang pekan lalu, yield Treasury sudah naik hingga 10,5 bp.
Namun pada siang hari ini waktu Indonesia, yield Treasury mulai menurun kembali. Berdasarkan data dari situs World Government Bond, yield Treasury turun 3,1 bp ke level 1,675%. Walaupun turun, namun investor obligasi patut waspada, pasalnya jika melihat dari pergerakan pekan sebelumnya, yield Treasury masih cukup volatil.
Beralih ke pasar obligasi dalam negeri, pada siang hari ini, yield SBN bertenor 10 tahun turun tipis 1,1 bp ke level 6,876% dari sebelumnya pada akhir pekan lalu di level 6,887%. Adapun pada pekan lalu, yield SBN tenor 10 tahun naik 9,8 bp.
Sementara itu, untuk selisih (spread) antara yield SBN tenor 10 tahun dengan yield Treasury AS berjatuh tempo 10 tahun sepanjang pekan lalu sebesar 514 bp atau turun 0,9 bp dari pekan sebelumnya.
Di tengah tren kenaikan yield Treasury, kepemilikan asing di SBN tercatat turun.
Melansir data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) pada periode 1 sampai 15 Maret, investor asing melepas kepemilikan SBN nyaris Rp 20 triliun. Capital outflow tersebut lebih besar ketimbang sepanjang bulan Februari Rp 15 triliun.
Adapun per 18 Maret 2021, kepemilikan investor asing di SBN adalah sebesar Rp 953,24 triliun, turun Rp 1,69 triliun dibandingkan sepekan sebelumnya.
Yield terus menguat karena kekhawatiran pelaku pasar terkait kenaikan ekspektasi inflasi. Bank sentral AS juga memperkirakan tekanan inflasi akan meningkat.
Proyeksi The Fed menunjukkan bahwa Personal Consumption Expenditures Index (PCE) diperkirakan naik 2,4% pada 2021. Angka tersebut naik dari proyeksi Desember sebesar 1,8%.
Tekanan inflasi diperkirakan akan terus tumbuh pada tahun 2022 dengan PCE naik 2,0%, naik dari perkiraan Desember sebesar 1,9%. Pada 2023, Federal Reserve memperkirakan inflasi akan mencapai 2,1%.
Sementara itu untuk ekspektasi inflasi inti yang tidak menghitung komponen volatile food dan harga energi, diperkirakan akan naik 2,2% tahun ini. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya sebesar 1,8%.
Tahun depan, inflasi inti diperkirakan naik 2,0%. Naik 0,1 poin persentase dibandingkan dengan perkiraan Desember sebesar 1,9%. Pada tahun 2023, inflasi diperkirakan akan meningkat menjadi 2,1%.
Outlook kenaikan inflasi tersebut membuat yield obligasi menguat yang berarti harganya terkoreksi. Jika yield obligasi pemerintah AS terus naik, maka hal yang serupa juga akan terjadi pada instrumen pendapatan tetap Tanah Air. Imbal hasil SBN akan ikut naik yang berarti harganya melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi