
Parah! Bursa Saham Asia Babak Belur, Bukan Efek Corona

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Asia berjatuhan pada Rabu (17/3/2021) siang ini waktu Indonesia, karena investor sedang wait and see terkait keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) yang akan menggelar rapat penentuan suku bunga acuan dimulai pada hari ini.
Selain karena sikap investor yang cenderung wait and see, kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang masih terjadi hingga kini juga menjadi penyebab bursa saham Asia berjatuhan pada siang hari ini.
Tercatat indeks Nikkei Jepang melemah 0,15% ke level 29.876,76, Hang Seng Hong Kong turun tipis 0,09% ke 28.994,1, Shanghai Composite China terkoreksi 0,21% ke 3.439,39, STI Singapura terpangkas sedikit 0,01% ke 3.105,08, KOSPI Korea Selatan merosot 0,7% ke 3.045,42, dan Indeks Harga Saham Gabungan melemah 0,35% ke 6.287,69.
Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) bank sentral AS akan dimulai pada hari ini dan berakhir pada Kamis (18/3/2021) besok.
Pasar global telah terombang-ambing dalam beberapa pekan terakhir oleh melonjaknya yield Treasury ke level tertinggi lebih dari satu tahun karena investor obligasi optimis bahwa percepatan vaksinasi COVID-19 dan stimulus fiskal besar-besaran akan mendorong pertumbuhan yang lebih cepat dari perkiraan.
Pemulihan ekonomi global yang semakin nyata diiringi oleh kenaikan yield Treasury yang masih terjadi dapat menyebabkan inflasi akan meninggi.
Volatilitas memicu spekulasi bahwa Fed mungkin dipaksa melakukan penyesuaian teknis pada 'tuas' yang mengendalikan tingkat kebijakannya, tetapi hanya sedikit yang mengharapkan bank sentral untuk bertindak atas masalah tersebut pada pertemuan minggu ini, bahkan jika itu merilis perkiraan pertumbuhan yang lebih cerah.
"Kami berharap (Ketua Jerome) Powell dalam FOMC dapat melakukan intervensi jika pasar obligasi menjadi tidak teratur atau membatasi pemulihan ekonomi," tulis analis Commonwealth Bank of Australia, dikutip dari Reuters.
"Tapi kami memperkirakan Powell akan menolak pembicaraan tentang pengetatan kebijakan karena banyaknya kelonggaran pasar tenaga kerja," tambahnya.
"imbal hasil obligasi dan indeks dolar bisa melonjak jika pernyataan pasca-rapat FOMC dan pernyataan Powell tidak dianggap cukup dovish."
Adapun yield Treasury AS acuan tenor 10 tahun masih berada di kisaran level 1,6%, atau lebih tepatnya di level 1,62% pada hari ini. Pada akhir pekan lalu, yield Treasury naik ke level 1,642%, level tertingginya sejak Februari tahun lalu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Kabar Baik Dari Jerome Powell, Bursa Asia Ditutup Menguat