Seharian Menguat, tapi Penutupan Rupiah Drop ke Rp 14.400/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 March 2021 15:43
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah akhirnya melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (16/3/2021), padahal nyaris sepanjang perdagangan berada di zona hijau. Yield obligasi (Treasury) AS yang berbalik naik membuat rupiah masuk ke zona merah. Pergerakan tersebut menunjukkan besarnya pengaruh yield Treasury ke rupiah.

Melansir data Refinitiv, rupiah langsung menguat 0,1% begitu perdagangan dibuka. Tetapi sayangnya penguatan tersebut kemudian terpangkas hingga tersisa 0,3% di Rp 14.390/US$. Rupiah berada di level tersebut hingga beberapa menit sebelum penutupan perdagangan.

Di garis finish, rupiah berbalik melemah 0,03% ke Rp 14.400/US$.

Tidak hanya rupiah, semua mata uang utama Asia kecuali won Korea Selatan melemah melawan dolar AS hari ini. Hingga pukul 15:07 WIB, peso Filipina menjadi yang terburuk dengan melemah 0,26%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Yield Treasury AS yang pagi tadi sempat turun 1,9 basis poin ke 1,588%, melanjutkan penurunan 2,8 basis poin kemarin.

Tetapi di sore hari, yield tersebut berbalik menguat tipis 0,22 basis poin ke 1.6074%.

Pada pekan lalu, yield Treasury tersebut naik 8,1 basis poin ke 1,635%, level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Februari 2020 lalu, sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi, dan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) belum membabat habis suku bunganya menjadi 0.25%.

Melesatnya yield Treasury ke level pra pandemi tersebut terjadi akibat ekspektasi pemulihan ekonomi AS serta kenaikan inflasi. Alhasil, para pelaku pasar melepas kepemilikan Treasury yang membuat yield-nya menjadi naik.

Selain itu, ekspektasi pemulihan ekonomi AS yang lebih cepat dari prediksi serta kenaikan inflasi membuat pelaku pasar melihat ada peluang The Fed akan mengurangi program pembelian aset (quantitative easing/QE) atau yang dikenal dengan istilah tapering, yang bisa memicu taper tantrum.

Taper tantrum pernah terjadi pada 2013 hingga 2015, saat itu kurs rupiah melemah hingga lebih dari 50%.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Pasar Nantikan The Fed

Kenaikan yield Treasury selain membuat dolar AS perkasa juga berisiko menaikkan biaya pinjaman, yang berisiko menghambat laju pemulihan ekonomi AS. Oleh karena itu, The Fed diperkirakan akan mengambil langkah guna meredam kenaikan yield Treasury.

Ketua The Fed, Jerome Powell, pada rapat kebijakan moneter 16 - 17 Maret waktu setempat diperkirakan akan mengaktifkan kembali Operation Twist yang pernah dilakukan 10 tahun yang lalu, saat terjadi krisis utang di Eropa.

Operation Twist dilakukan dengan menjual obligasi AS tenor pendek dan membeli tenor panjang, sehingga yield obligasi tenor pendek akan naik dan tenor panjang menurun. Hal tersebut dapat membuat kurva yield melandai.

The Fed sudah 2 kali menjalankan Operation Twist, pada 2011 dan 1961. CNBC International melaporkan pelaku pasar yang mengetahui perihal operasi tersebut mengatakan jika The Fed sudah menghubungi dealer-dealer utama untuk menjalankan operasi tersebut.

Mark Cabana, ahli strategi suku bunga di Bank of America Global Research, mengatakan Operation Twist merupakan kebijakan yang sempurna untuk meredam gejolak di pasar obligasi.

"Operation Twist, dengan menjual obligasi tenor rendah dan membeli tenor panjang secara simultan adalah kebijakan yang sempurna menurut pandangan kami," kata Cabana, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (1/3/2021).

Cabana menyebut Operation Twist "membunuh tiga burung dengan satu batu". Yang pertama menaikkan yield jangka pendek, kemudian stabilitas yield jangka panjang, serta tidak akan menaikkan balance sheet.

Selain Operation Twist, The Fed juga diperkirakan akan menaikkan Interest Rate on Excess Reserves (IOER) dari 0,1% menjadi 0,15%, serta menaikkan suku bunga repo overnight dari 0% menjadi 0,5%.

"Pasar akan menyambut baik kenakan IOER begitu juga panduan lainnya yang dilakukan dengan tujuan menurunkan kurva yield dan mempertahankan perekonomian pada jalur pemulihan," kata Joseph Brusuelas, ekonom di RSM, sebagaimana dilansir CNBC International.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular