
No Loyo-loyo Club, Ini Saham Paling Joss Se-RI versi JPMorgan

Jakarta, CNBC Indonesia- Investasi di pasar saham selalu menarik di mata masyarakat karena dapat memberikan potensi keuntungan. Apalagi pasar saham memiliki siklus sendiri sehingga investor harus tahu saham apa yang berpotensi untuk dikoleksi dalam portofolionya.
Di masa pemulihan 2021, lembaga finansial raksasa JPMorgan memprediksi saham-saham siklus akan memimpin gerak pasar dalam jangka waktu menengah hingga panjang di tengah perbaikan roda perekonomian. Saham-saham ini merupakan perusahaan yang bergerak di sektor yang mengikuti tren ekspansi dan resesi ekonomi karena produknya diburu saat terjadinya ekspansi dan ditinggalkan saat terjadi resesi.
Dikutip Minggu (14/3/2021), sektor-sektor ini termasuk finansial, energi, industri. Di Indonesia saham-saham siklikal termasuk saham perbankan raksasa mulai dari PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).
Selain itu industri otomotif juga termasuk dalam sektor siklikal contoh emiten industri ini tentu saja PT Astra Internasional Tbk (ASII). Tidak lupa saham-saham komoditas yang biasanya dapat dirubah menjadi energi seperti batu bara PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan saham batu bara lain serta emiten misalnya seperti PT Medco Energi Tbk (MEDC).
Sedangkan lawan dari saham siklikal adalah saham difensif dimana pendapatan saham ini cenderung tetap sama terlepas dari ekspansi ataupun resesi ekonomi. Hal ini karena produk andalan saham-saham difensif adalah bahan-bahan pokok yang tetap diperlukan masyarakat luas apapun kondisi ekonominya.
Di sektor farmasi ada nama besar seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), di sektor barang-barang konsumsi tentunya PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan anak usahanya PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Selanjutnya di barang-barang kebutuhan sehari-hari muncul nama emiten berkapitalisasi pasar raksasa PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).
Pasar modal global terguncang dalam beberapa pekan terakhir setelah imbal hasil obligasi melesat akibat optimisme akan vaksinasi massal yang akan memulihkan daya beli masyarakat sehingga inflasi meningkat.
Meningkatnya inflasi menyebabkan para pelaku pasar takut bank sentral AS The Fed akan meningkatkan suku bunga yang tentunya akan berakibat buruk bagi pasar modal apalagi saham-saham yang sudah memiliki valuasi tinggi.
Hal ini menyebabkan terjadinya rotasi sektoral pasar dimana para investor menarik dananya dari saham-saham teknologi yang sudah tergolong mahal dan memindahkanya ke saham-saham siklus seperti finansial, industri, dan energi.
Prediksi bahwa bank sentral akan meningkatkan suku bunga juga memberikan dampak ekstra bagi saham-saham finansial karena dengan meningkatnya suku bunga maka profit margin perbankan akan meningkat dan tentu saja ini akan meningkatkan laba bersihnya.
Dengan adanya perbaikan daya beli masyarakat saham-saham difensif juga akan diberikan efek positif menurut JPMorgan. Dengan perokonomian global yang sudah mulai dibuka kembali konsumsi masyarakat juga akan kembali meningkat apalagi Presiden AS Joe Biden baru saja menandatangani stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun yang akan menginjeksikan uang kas ke tangan rumah tangga AS.
Sebelumnya saham-saham teknologilah yang mendorong pergerakan market pada akhir tahun lalu akibat dikuncinya pergerakan masyarakat dampak dari locdown Covid-19 di seluruh belahan dunia.
Dengan pemberlakuan lockdown ini sendiri saham-saham teknologi malah diuntungkan seperti layanan streaming Netflix yang pengunaanya meningkat, dan aplikasi Zoom yang banyak digunakan untuk keperluan bekerja saat lockdown.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Waspada Profit Taking, Cek Saham-saham yang Bisa Cetak Cuan
