
Pasar RI Full Alert, Dolar Singapura Menguat ke Rp 10.700/SG$

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Nilai tukar dolar Singapura menguat melawan rupiah pada perdagangan Jumat (5/3/2021). Sentimen pelaku pasar yang sedang memburuk akibat naiknya yield obligasi (Treasury) Amerika Serikat (AS) membuat rupiah tertekan.
Melansir data Refinitiv, dolar Singapura hari ini menguat 0,5% ke Rp 10.713,49/SG$ di pasar spot.
Kemarin, yield Treasury tenor 10 tahun naik 8,01 basis poin ke 1,5484%. Level tersebut merupakan penutupan perdagangan tertinggi di tahun ini, dan sejak Februari 2020 lalu.
Pada Kamis pekan lalu, yield ini memang sempat menembus level 1,6%, tetapi setelahnya terpangkas dan mengakhiri perdagangan di 1,5150%
Dengan yield yang berada di level tertinggi sebelum virus corona belum dinyatakan sebagai pandemi dan The Fed belum membabat habis suku bunganya menjadi 0,25%, artinya pelaku pasar melihat perekonomian AS sudah pulih dari kemerosotan.
Namun, kabar baik pulihnya ekonomi AS menjadi kabar buruk bagi pasar saham, sebab ada risiko bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mengurangi program pembelian aset (quantitative easing/QE) lebih cepat dari perkiraan.
"Kita kembali pada kabar baik untuk perekonomian menjadi kabar buruk bagi pasar. Saat yield terus naik akibat ekspektasi pertumbuhan ekonomi, pasar saham menjadi terpukul," kata Chris Zaccarelli, kepala investasi di Independent Advisor Alliance, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (4/3/2021).
Akibat kenaikan tersebut, bursa saham AS merosot, yang merembet ke bursa Asia hari ini.
Bank Indonesia (BI) kini dalam posisi bersiap untuk menghadapi situasi pasar keuangan global yang sedang bergejolak.
Hal ini diungkapkan oleh Haryadi Ramelan, Kepala Departemen Pengelolaan Devisa, sebagai Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), dalam acara Power Lunch CNBC TV Indonesia, Jumat (5/3/2021).
"Situasi pasar sedang risk off dan standby, dan full alert untuk pasar domestik kita," ujarnya.
Haryadi memastikan BI akan selalu berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang terkena dampak dari dinamika global tersebut.
"Ini memang situasi yang masih dinamis, dan BI sesuai mandat akan terus selalu berada di pasar, berlaku secara fundamental rupiah berapa dan ada triple intervention di spot dan DNDF (Domestic Non Delivery Forward) dan pembelian Surat Berharga Negara di secondary market. Ini tools yang terus kami lakukan dan pantau di pasar," papar Haryadi.
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Singapura Tumbuh Tinggi, Dolarnya Makin Mahal dong?
