
Bursa Asia Ambruk, Cuma STI Singapura yang Kuat Bertahan

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Asia kembali ditutup berjatuhan pada perdagangan Kamis (4/3/2021), menyusul kenaikan kembali imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) yang berpeluang memicu investor beralih dari pasar saham ke obligasi.
Hanya indeks Straits Times Singapura yang mampu bertahan di zona hijau, di mana indeks saham acuan Negeri Singa tersebut ditutup menguat 0,48% ke level 3.014,78.
Sedangkan sisanya tak mampu berbalik arah ke zona hijau, di mana indeks Hang Seng Hong Kong menjadi indeks saham Asia yang pelemahannya paling parah pada hari ini, yakni ambles hingga 2,15% ke 29.236,79.
Pelemahan terparah bursa saham Asia lainnya juga dialami oleh indeks Nikkei Jepang yang ditutup ambrol hingga 2,13% ke 28.930,11. Adapun indeks Shanghai Composite China ditutup merosot 2,05% ke 3.503,49 dan KOSPI Korea Selatan terperosok 1,28% ke 3.043,49.
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga ikut terdampak dari pelemahan parah bursa Asia dan AS, di mana indeks saham acuan RI tersebut ditutup anjlok 1,35% ke 6.290,79 pada perdagangan hari ini, Kamis (4/3/2021).
Data perdagangan mencatat Nilai transaksi yang tercatat pada hari ini mencapai Rp 14,04 triliun. Investor asing juga mencatatkan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 353 miliar.
Saham teknologi menjadi pemicu utama koreksi di beberapa indeks bursa saham di kawasaan Asia, karena pelaku pasar juga menghindarinya dan mendiversifikasi aset kepemilikannya menyambut pemulihan ekonomi yang berpeluang tercapai di tengah masifnya vaksinasi Covid-19 dan kucuran paket stimulus fiskal.
Selain itu, koreksi bursa Asia yang tajam tak luput dari kinerja bursa Wall Street AS yang buruk pagi tadi atau Rabu waktu AS. Hal ini dikarenakan yield dari obligasi pemerintah AS (US Treasury Bond) kembali naik dalam beberapa hari terakhir.
Yield Treasury AS kembali menghantui pasar finansial global pada pekan ini, di mana yield Treasury AS tenor 10 tahun kemarin naik 5,54 basis poin ke 1,4704%, sebelumnya bahkan sempat menyentuh level 1,498%.
Hal itu membuat pelaku pasar semakin khawatir bahwa bank sentral dapat memperketat keran moneter karena ekonomi global akan pulih dari keterpurukan yang disebabkan oleh pandemi virus corona (Covid-19).
Di lain sisi, investor di seluruh dunia bakal memantau pernyataan bos bank sentral AS (Federal Reserve/ The Fed) Jerome Powell yang akan berbicara mengenai perkembangan inflasi dan ekonomi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
