Rupiah Loyo, Kurs Dolar Singapura Melesat ke Atas Rp 10.700

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 March 2021 10:48
Ilustrasi dolar Singapura (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Singapura (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura menguat lagi melawan rupiah pada perdagangan Senin (1/3/2021), hingga kembali ke atas Rp 10.700/SG$. Penguatan Mata Uang Negeri Merlion ini dimulai sejak Jumat lalu, ketika rupiah terpukul akibat memburuknya sentimen pelaku pasar.

Pada pukul 10:23 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.734,42, dolar Singapura menguat 0,41% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Pada Jumat pekan lalu, dolar Singapura melesat 0,66%, setelah bursa saham global mengalami aksi jual, yang menjadi indikasi memburuknya sentimen pelaku pasar.

Sebagai mata uang emerging market yang dianggap lebih berisiko, pergerakan rupiah sangat dipengaruhi sentimen pelaku pasar. Saat sentimen pelaku pasar memburuk maka aset-aset berisiko akan dihindari.

Sementara pada hari ini, rupiah tertekan akibat melambatnya ekspansi sektor manufaktur. IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur Indonesia yang diukur dari Purchasing Managers' Index (PMI) berada di 50,9 untuk periode Februari 2021. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula, jika di atas 50 maka dunia usaha masih melakukan ekspansi.

Akan tetapi, skor PMI manufaktur Tanah Air melorot dibandingkan Januari 2021 yang mencapai 52,2. Pencapaian Januari 2021 adalah yang terbaik dalam 6,5 tahun terakhir.

"Ada sinyal kesehatan sektor manufaktur yang terjadi sejak November 2020 memburuk. Produksi terus naik, hingga empat bulan berturut-turut, tetapi lajunya melambat. Perlambatan produksi berarti ada penurunan pasokan barang jadi," sebut keterangan tertulis IHS Markit.

Namun ekspansi industri manufaktur Indonesia masih terlihat. Pemesanan baru (new orders) naik meski tipis. Pengurangan tenaga kerja memang masih terjadi, tetapi semakin berkurang.

"Beberapa perusahaan mengaku pengurangan karyawan bersifat temporer. Perusahaan juga meningkatkan aktivitas pembelian bahan baku," lanjut keterangan IHS Markit.

Andrew Harker, Economics Director IHS Markit, menyatakan bahwa peningkatan kasus positif corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di Indonesia masih menjadi faktor utama penghambat aktivitas produksi. Namun walau ada perlambatan, Harker menilai sektor manufaktur Ibu Pertiwi masih tahan banting (resilient).

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Singapura Tumbuh Tinggi, Dolarnya Makin Mahal dong?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular