
Tunggu Powell, Rupiah Menguat Tipis-tipis Hingga Tengah Hari

JAkarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah mampu mempertahankan penguatan tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Selasa (23/2/2021). Pelaku pasar saat ini berfokus pada testimoni ketua bank sentral AS (The Fed), Jerome Powell hari ini.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% di Rp 14.100/US$. Setelahnya sempat melemah 0,07% ke Rp 14.120/US$, sebelum kembali ke Rp 14.100/US$ dan bertahan di level tersebut hingga pukul 12:00 WIB.
Di sisa perdagangan hari ini, peluang rupiah mempertahankan penguatan cukup besar melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih lemah siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.119,50 | Rp14.098,9 |
1 Bulan | Rp14.149,70 | Rp14.129,0 |
2 Bulan | Rp14.222,90 | Rp14.199,7 |
3 Bulan | Rp14.272,40 | Rp14.250,8 |
6 Bulan | Rp14.442,90 | Rp14.402,5 |
9 Bulan | Rp14.610,50 | Rp14.573,3 |
1 Tahun | Rp14.796,30 | Rp14.763,3 |
2 Tahun | Rp15.512,00 | Rp15.490,0 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Powell akan memberikan testimoninya di hadapan Kongres AS pada hari Selasa dan Rabu waktu setempat. Testimoni tersebut dikatakan akan menarik, sebab terjadi di tengah kenaikan yield obligasi (Treasury) AS ke level tertinggi dalam 1 tahun terakhir.
Joe Capurso, Currency Analyst Commonwealth Bank of Australia, memperkirakan Powell akan sedikit meminta pasar untuk tenang. Sebab dalam beberapa waktu terakhir, pasar terlalu optimistis soal prospek pemulihan ekonomi yang sempat terpukul luar biasa oleh pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
"Saya rasa Powell akan berupaya sedikit menurunkan optimisme pasar. Mungkin dia akan mencoba berkata 'hei, Tuan Pasar, Anda terlalu jauh di depan. Masih banyak risiko dan AS masih jauh dari penciptaan lapangan kerja maksimal'," kata Capurso, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Optimisme di pasar tersebut membuat yield Treasury terus menanjak yang membuat rupiah tertekan.
Yield Treasury AS tenor 10 tahun sepanjang pekan lalu naik 14,5 basis poin (bp) menjadi 1,345%. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Februari tahun lalu, atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi. Sementara kemarin kembali naik 2,4 bp ke 1,3690%, dan siang ini masih stagnan, menjadi indikasi pasar menanti Powell.
Kenaikan yield Treasury tersebut tentunya membuat obligasi (Surat Berharga Negara/SBN) kurang menarik, sebab selisihnya semakin menyempit, apalagi dengan BI yang kembali memangkas suku bunga tentunya yield SBN akan terus menurun. Sebagai aset negara emerging market, SBN perlu yield yang tinggi untuk menarik investor.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Akhirnya! Rupiah Catat Penguatan Perdana Pada 2023
