Sport Jantung! Rupiah Menguat, Tapi Tipis Banget

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 February 2021 10:25
Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Namun mata uang Tanah Air terapresiasi di pasar spot, meski tipis saja.

Pada Selasa (23/2/2021), kurs tengah BI atau kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate/Jisdor berada di Rp 14.126. Rupiah melemah 0,19% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Mata uang Tanah Air pun hijau di perdagangan pasar spot. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.100 di mana rupiah menguat tipis 0,07%.

Tidak hanya rupiah, hampir seluru mata uang utama Asia berhasil menguat di hadapan dolar AS. Hanya peso Filipina, ringgit Malaysia, dan baht Thailand yang masih nyangkut di jalur merah.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 10:06 WIB:

Halaman Selanjutnya --> Pasar Tunggu 'Kode' Powell

Rupiah dkk di Asia berhasil memanfaatkan tekanan yang dialami dolar AS. Pada pukul 09:27 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,04%.

Pelaku pasar menantik paparan Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) Jerome 'Jay' Powell di hadapan Kongres. Hal yang ditunggu investor adalah 'kode' seputar kebijakan moneter AS ke depan.

Joe Capurso, Currency Analyst Commonwealth Bank of Australia, memperkirakan Powell akan sedikit meminta pasar untuk tenang. Sebab dalam beberapa waktu terakhir, pasar terlalu optimistis soal prospek pemulihan ekonomi yang sempat terpukul luar biasa oleh pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

"Saya rasa Powell akan berupaya sedikit menurunkan optimisme pasar. Mungkin dia akan mencoba berbata 'hei, Tuan Pasar, Anda terlalu jauh di depan. Masih banyak risiko dan AS masih jauh dari penciptaan lapangan kerja maksimal'," kata Capurso, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Persepsi yang terbangun di pasar saat ini adalah risiko percepatan laju inflasi karena pemulihan ekonomi. Padahal belum lama ini Powell menegaskan belum nampak tanda-tanda percepatan laju inflasi yang signifikan.

"Inflasi sangat rendah dan stabil. Pada dekade 1970-an, ketika inflasi tinggi maka akan tetap tinggi. Sekarang berbeda. Saat ini kita juga masih jauh dari penciptaan lapangan kerja yang maksimal," tutur Powell dalam pidato di Economic Club of New York 10 Februari 2021 lalu, seperti diwartakan Reuters.

Oleh karena itu, sepertinya kebijakan moneter ultra-longgar masih akan bertahan cukup lama. Padahal pasar sudah memperkirakan ada ruang pengetatan karena risiko inflasi. Peluang pengetatan kebijakan moneter ini tergambar di imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang bergerak naik.

Namun semua ini akan coba ditemukan jawabannya dalam paparan Powell di Kongres. Biasanya Powell tidak mengatakan secara gamblang, tetapi dari yang tersirat bisa dicari nada (tone) dan arah (stance) kebijakan moneter ke depan. Penantian ini membuat dolar AS menjadi gamang sehingga tersalip oleh mata uang Asia, tidak terkecuali rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular