
Minyak Tembus Rekor Lagi, Harganya Diramal Bisa ke US$ 70

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah kembali tembus rekor. Pemulihan produksi minyak di AS yang berjalan lambat akibat cuaca ekstrem membuat harga si emas hitam ikut terangkat.
Pada perdagangan Selasa (23/2/2021), harga kontrak futures (berjangka) minyak mentah naik lebih dari 1,5%. Kontrak Brent kini dipatok di US$ 66,32/barel dan kontrak West Texas Intermediate (WTI) di US$ 62,6/barel.
Cuaca dingin yang ektrem memang membuat produksi minyak AS terutama di daerah-daerah utama penghasil terhambat. Terjadi pembekuan pipa dan disrupsi pasokan listrik menjadi masalah utama.
Produksi minyak serpih di kawasan Selatan Paman Sam diperkirakan butuh waktu lebih dari dua pekan untuk kembali menghasilkan 2 juta barel per hari (bph) minyak mentah.
Akibat fenomena cuaca ini, pasokan di pasar pun berkurang. Berdasarkan jajak pendapat Reuters, stok minyak mentah AS dan produk penyulingan kemungkinan turun minggu lalu. Hal ini lagi-lagi diakibatkan oleh adanya gangguan produksi akibat kondisi dingin yang ekstrem di Texas.
Alhasil harga si emas hitam bergerak ke utara. Bank-bank di Wall Street merevisi naik target harga minyak tahun ini. Melansir Reuters, riset komoditas Goldman Sachs menaikkan perkiraan harga minyak mentah Brent sebesar US$ 10 untuk kuartal kedua dan ketiga tahun 2021.
Alasan dibalik revisi ke atas harga minyak tersebut adalah stok yang lebih rendah serta biaya marjinal yang lebih tinggi untuk memulai kembali aktivitas hulu dan arus masuk spekulatif.
Goldman Sachs meramal harga minyak mentah Brent mencapai US$ 70/barel di kuartal kedua dan US$ 75/barel di kuartal ketiga. Sebelumnya Goldman Sachs memperkirakan harga Brent bakal berada di US$ 60 dan US$ 65 per barelnya masing-masing untuk kuartal kedua dan ketiga tahun ini.
Sama seperti Goldman Sachs, Morgan Stanley mengharapkan harga minyak mentah Brent naik menjadi US$ 70/barel pada kuartal ketiga di tengah tanda-tanda pasar yang jauh lebih baik termasuk prospek peningkatan permintaan.
"Sulit untuk tidak menjadi bullish dengan harga minyak sekarang karena gangguan deep freeze secara praktis menjamin kenaikan permintaan minyak mentah di musim panas akan menghapus kelebihan pasokan yang tersisa," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA di New York.
"Permintaan minyak global terlihat jauh lebih baik sekarang karena vaksin Pfizer menunjukkan hasil positif setelah satu dosis, Inggris melihat akhir dari pandemi sudah 'di depan mata', dan karena tingkat rawat inap dan kematian terus menurun setelah mencapai puncaknya pada awal Januari." lanjutnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Goldman Sachs & Morgan Stanley Sepakat Minyak Tembus US$ 70
