
Bank RI Seksi, OJK Sebut Banyak Investor Kesemsem Masuk!

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan sejumlah investor, termasuk asing, menyatakan minatnya untuk masuk berinvestasi ke perbankan Indonesia di tengah ketentuan soal modal minimum perbankan dan masih tingginya margin bunga bersih (net interest margin/NIM) bank di Tanah Air.
Bank-bank RI saat ini dalam proses memenuhi ketentuan permodalan yang ditetapkan OJK sesuai dengan Peraturan OJK No 12/POJK.03/2020. Dalam ketentuan ini minimal modal inti bank di tahun 2020 harus Rp 1 triliun, lalu Rp 2 triliun di 2021, dan sebesar Rp 3 triliun per akhir Desember 2022.
Adapun NIM adalah ukuran yang biasa dipakai para investor untuk melihat sebuah bank, NIM membedakan antara bunga pendapatan yang diperoleh bank atau mungkin lembaga keuangan dan jumlah bunga yang diberikan kepada pihak pemberi pinjaman.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana dalam konferensi pers peluncuran Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I) 2020-2025, Kamis (18/2/2021), mengatakan NIM bank-bank RI masih tinggi rata-rata 4%, sehingga membuat banyak sekali keinginan investor untuk masuk.
"Terkait investor, NIM bank kita masih 4% kami mendapat banyak sekali keinginan investor untuk menjajaki, apakah mereka masuk ke sistem perbankan kita atau mengambilalih [akuisisi]," kata Heru.
Hanya saja, dia menegaskan OJK tetap mencermati ketertarikan investor untuk mengakuisisi bank di RI lantaran OJK perlu menilai bagaimana visi dari si investor tersebut.
"Kami mencermati juga, karena bank ini tidak boleh dimiliki para pemilik yang tidak mempunyai visi, arah, karena menjadi pemilik kita harapkan mereka bisa menjadikan perbankan kita lebih kuat, berdaya tahan," tegasnya.
"Kami tidak sembarangan menilai, berbagai kajian dilakukan, untuk melihat berbagai kemungkinan itu, tidak terlalu mudah memberikan izin, tapi yang punya visi dan komitmen yang kuat, itu jadi syarat pokok," katanya.
Dia juga mengatakan dengan adanya ketentuan permodalan, bank-bank sudah melakukan konsolidasi sejak tahun lalu dengan ketentuan modal inti Rp 1 triliun.
"Akhir tahun 2020 itu jadi Rp 1 triliun [modal inti], kemudian tahun berikutnya Rp 2 triliun dan setelahnya Rp 3 triliun [2022], khusus BPD [Bank Pembangunan Daerah] diberi keleluasaan setahun lagi ke depan," jelas mantan Kepala Departemen Pengawasan Bank 3 di Bank Indonesia pada 2011 ini.
Dia mengatakan, untuk modal inti Rp 1 triliun di tahun lalu sudah terpenuhi semuanya, sehingga tinggal tahapan tahun ini modal inti Rp 2 triliun. Untuk memenuhi itu, sejumlah usaha dilakukan para bankir.
Beberapa di antaranya mengajukan permohonan melakukan IPO (initial public offering) atau pencatatan saham perdana.
"Di kami OJK, teman-teman pengawas akan menganalisis apakah mereka punya visi misi yang akan dikembangkan ke depan. Kita akan menilai apakah mereka punya visi bank akan dikembangkan ke mana, jangan sampai dipakai memenuhi ketentuan kita tapi gak jelas akan dikemanakan."
"Kami mengetahui, dalam roadmap, kami ingin bank resilient, berdaya saing dan kontributif, ini perlu ada usaha antara lain memperkuat permodalan. Arah perkembangan bank-bank yang meningkatkan modal inti kita mengelompokkan mengarahkan bisnis ke mana, jangan sampai salah arah sehingga akan menjadi hal yang tidak kita harapkan," jelasnya.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article OJK Punya Segudang Rencana Untuk Pasar Modal RI, Apa Aja?