BI (Kayaknya) Mau Turunkan Bunga, Rupiah Tetap Perkasa!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 February 2021 09:15
dolar-Rupiah
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Kuatnya aura penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) tidak jadi bagi investor untuk melepas aset-aset berbasis rupiah.

Pada Selasa (16/2/2021), US$ 1 dibanderol Rp 13.890 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Seiring perjalanan pasar, rupiah bahkan semakin kuat. Pada pukul 09:08 WIB, US$ 1 dihargai Rp 13.870 di mana rupiah terapresiasi 0,29%.

Kemarin, performa rupiah cukup apik. Dibuka menguat, rupiah nyaman menapaki jalur hjau hingga penutupan pasar. Bahkan rupiah jadi mata uang terbaik di Asia.

Dalam waktu dekat, sentimen yang bisa mempengaruhi laju rupiah adalah hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang digelar 17-18 Februari 2021. Pelaku pasar sudah berekspektasi bahwa Gubernur Perry Warjiyo dan kolega akan menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate.

Konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan median suku bunga acuan bulan ini di 3,5%. Artinya ada pemotongan 25 basis poin (bps) dari posisi sekarang.

Institusi

BI 7 Day Reverse Repo Rate (%)

Bank Danamon

3.5

ING

3.75

CIMB Niaga

3.5

Citi

3.5

DBS

3.5

Mirae Asset

3.75

BNI Sekuritas

3.5

Maybank Indonesia

3.5

Bank Mandiri

3.5

Bahana Sekuritas

3.5

Moody's Analytics

3.75

UOB

3.5

MEDIAN

3.5

Dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR pekan lalu, Gubernur Perry 'curhat' soal pertumbuhan ekonomi. Penerus Agus DW Martowardojo itu mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Tanah Air tidak sesuai ekspektasi.

"Sejujurnya ini di bawah ekspektasi. Memang arahnya ada perbaikan, tetapi tidak secepat yang kami perkirakan," tutur Perry, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Sebagai informasi, pada kuartal IV-2020 ekonomi Indonesia tumbuh -2,19% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). BI sempat memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air bisa tumbuh positif pada kuartal pamungkas tahun lalu.

Oleh karena itu, Perry menegaskan bahwa BI punya ruang untuk menurunkan suku bunga acuan demi mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun langkah ini harus tetap memperhatikan stabilitas ekonomi, terutama stabilitas nilai tukar rupiah.

Halaman Selanjutnya --> BI Ikuti Kehendak Pasar?

Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, menilai bahwa Perry sudah memberikan kode keras untuk menurunkan suku bunga acuan. Berdasarkan analisis perilaku dari para Gubernur BI, Perry dinilai sebagai sosok yang paling mengkuti kehendak pasar.

"Dalam komunikasinya, Perry adalah yang paling bisa diprediksi. Penurunan suku bunga acuan pada masa kepemimpinan Perry terjadi saat konsensus pasar berada di 64% sementara Agus ada di 43,9% dan Darmin Nasution 40%. Dengan kata lain, kami menilai Perry ingin berjalan seiring dengan pasar dan memberikan sinyal setiap kali ada kebijakan yang akan diambil," papar Satria dalam risetnya.

Menurut Satria, saat ini adalah momentum yang tepat kalau ingin memangkas suku bunga acuan. Satu, mumpung inflasi sedang 'jinak' karena April-Mei sudah masuk periode Ramadan-Idul Fitri yang biasanya menjadi puncak konsumsi rumah tangga.

Dua, pada Mei nanti sejumlah obligasi valas akan jatuh tempo yaitu US$ 3,4 miliar obligasi pemerintah dan US$ 1,64 miliar obligasi korporasi. Ketika ini terjadi, maka kebutuhan valas akan meningkat sehingga rupiah tertekan. "Jadi kalau BI ingin mendorong pertumbuhan ekonomi, penurunan suku bunga acuan harus dilakukan di depan (frontloading)," ujar Satria.

Tiga, situasi eksternal sedang mendukung sehingga stabilitas rupiah bisa terjaga meski BI memangkas suku bunga acuan. Saat ini volatilitas di pasar sedang rendah, terihat dari indeks VIX yang sejak awal Februari 2021 anjlok hampir 40%. Dolar AS pun sedang tertekan, di mana Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,11% dalam periode yang sama.

Dalam jangka pendek, penurunan suku bunga acuan akan membuat aset-aset keuangan Indonesia menjadi kurang menarik. Sekarang saja selisih imbal hasil (yield) antara obligasi pemerintah Indonesia dan AS untuk tenor 10 semakin menyempit. Jarak itu akan semakin sempit jika suku bunga acuan dipangkas sehingga Surat Berharga Negara (SBN) akan sedikit kehilangan pamornya.

Meski begitu, yakinlah investor akan melirik instrumen keuangan Tanah Air. Selisih yield yang hampir 500 bps tidak bohong, walau berkurang tetapi tetap sangat menarik. Oleh karena itu, ke depan ruang rupiah untuk kembali menguat masih terbuka lebar.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular