
Ck..ck..ck.. Rekor Lagi, Utang Luar Negeri BUMN Jadi Rp 813 T

Pada periode 2015-2019, total aset perusahaan pelat merah Indonesia tumbuh dari Rp 5.760 triliun menjadi Rp 8.734 triliun. Aset BUMN meningkat 10,3% per tahunnya dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Namun lebih dari 60% dari aset tersebut masih dibiayai dengan mengandalkan utang. Total kewajiban (liabilities) BUMN naik dari Rp 3.760 triliun menjadi Rp 6.070 triliun. Dalam setahun total kewajiban BUMN naik 12,2% lebih tinggi dari pertumbuhan asetnya.
Rasio kewajiban terhadap modal (debt to equity/DER) korporasi milik pemerintah juga terus membengkak dari yang tadinya di bawah 2 kali menjadi lebih dari 2 kali dalam kurun waktu lima tahun.
Di saat yang sama kinerja BUMN juga mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari rasio utang terhadap pendapatan sebelum biaya bunga utang, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) yang juga terus meningkat.
Tahun lalu rasio utang terhadap EBITDA BUMN sudah tembus 4,62 kali. Padahal lima tahun sebelumnya atau pada 2015 rasionya masih berada di angka 1,63 kali. Mirisnya lagi dari total kewajiban yang dimiliki perusahaan sebesar Rp 6.070 triliun, sebanyak 48,6% nya terkait dengan utang luar negeri (ULN).
Selain masalah utang sebenarnya kinerja keuangan BUMN juga tak bisa dikatakan ciamik. Malahan ada tren penurunan kinerja jika dilihat dari sisi kemampuan mencetak laba dan produktivitas. Hal ini disampaikan oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam laporannya yang bertajuk Reforms, Opportunity, and Challenges for State Owned Enterprise.
Untuk mengukur rasio profitabilitas ADB menggunakan dua metrik yaitu rasio laba terhadap modal (ROE) dan laba terhadap aset (ROA). Tren rasio keuangan tersebut menunjukkan peningkatan hingga tahun 2012 dan penurunan di tahun-tahun berikutnya.
Pendapatan dan laba BUMN terhadap output perekonomian nasional telah menurun sejak saat itu 2012, sehingga ROA dan ROE juga menurun. Lebih lanjut ADB melihat penurunan rasio profitabilitas ini sebabkan oleh sektor keuangan, sumber daya alam dan sektor energi.
Lebih lanjut, ADB juga menyoroti tren penurunan efisiensi dari perusahaan pelat merah nasional. Rasio perputaran aset sebagai indikator sederhana dari efisiensi produktif turun hampir setengahnya antara 2013 dan 2017.
Rasio perputaran aset menggunakan formula pendapatan dibagi dengan asetnya. Rasio ini menunjukkan seberapa efektif aset digunakan untuk menghasilkan pendapatan (proksi konsep ekonomi intensitas modal output).
Rasio untuk BUMN non-keuangan turun menjadi hampir setengahnya, dari hampir 80% pada tahun 2013 menjadi 42% pada tahun 2017. Hal ini menunjukkan penurunan yang substansial dan cepat dalam keefektifan BUMN dalam mengelola aset menjadi pendapatan.
Penurunan bisa dilihat di banyak sektor. Namun yang kontribusinya besar adalah sektor energi yang menyumbang tiga per lima dari aset BUMN non-finansial.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)[Gambas:Video CNBC]