
Emas Sedang Melempem, Investor Konservatif Lari ke Mana Nih?

Salah satu faktor yang membuat emas melempem yakni Bitcoin yang nilainya terus meroket, dan disebut sebagai emas digital.
Analis pasar senior di OANDA, Edward Moya, mengatakan ada aliran modal yang cukup besar berpindah dari emas ke bitcoin.
"Ada perubahan besar untuk sebagian investor. Status safe haven emas mulai digerogoti oleh mata uang kripto, khususnya bitcoin. Ketika anda melihat posisi emas, anda melihat diversifikasi dari emas menuju mata uang kripto," kata Moya.
Bank investasi ternama JP Morgan juga menyatakan hal yang sama.
"Kompetisi antara bitcoin dan emas sudah dimulai dalam pandangan kami," kata ahli strategi JP Morgan dalam sebuah catatan, sebagaimana dikutip Reuters, Selasa (5/1/2020).
Ahli strategi tersebut melihat belakangan ini terjadi outflow dari pasar emas sekitar US$ 7 miliar dan terjadi inflow lebih dari US$ 3 miliar di Grayscale Bitcoin Trust.
Namun, bagi investor konservatif yang berinvestasi di emas jangan buru-buru beralih ke bitcoin meski disebut-sebut sebagai emas digital. Pasalnya, volatilitas bitcoin sangat tinggi. Artinya, harganya meroket tinggi, tetapi juga bisa terjun bebas dalam waktu singkat.
Tentunya hal tersebut kurang masuk dalam kriteria aset safe haven seperti yang disandang emas.
Saat harga emas sedang melempem, investasi di obligasi pemerintah bisa menjadi pilihan. Sebab, selain memberikan imbal hasil (yield), obligasi pemerintah juga termasuk aset yang aman. Yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun misalnya, saat ini masih di atas 6%, relatif tinggi dibandingkan dengan obligasi negara-negara emerging market lainnya.
SBN juga masih menarik di mata investor asing, berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pembiayaan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, pada 9 Februari lalu, kepemilikan SBN oleh investor asing sebesar Rp 996,91 triliun, naik Rp 23 triliun dibandingkan posisi akhir tahun 2020.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]