
Harga Minyak Tembus US$ 60, Bagaimana Nasib Sahamnya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah akhirnya tembus rekor baru. Harga kontrak futures (berjangka) minyak mentah kompak menguat lebih dari 0,7% pada perdagangan hari ini, Selasa (9/2/2021).
Harga kontrak Brent sekarang sudah tembus ke level US$ 61,08/barel. Sementara itu untuk kontrak West Texas Intermediate (WTI) harganya sudah mencapai US$ 58,44/barel.
Kenaikan harga minyak mentah menjadi tanda-tanda positif perekonomian mulai bangkit. Peningkatan permintaan di tengah turunnya pasokan menjadi katalis positif untuk harga minyak. Pandemi Covid-19 membuat permintaan minyak mengalami penurunan signifikan.
Saat lockdown pertama kali dilakukan di banyak negara Maret tahun lalu permintaan minyak ambles lebih dari 20% dan stok membludak.
Akibatnya harga minyak terjun bebas. Saking anjloknya, harga kontrak WTI sampai jatuh ke teritori negatif untuk pertama kalinya dalam sejarah. Namun keberhasilan China sebagai salah satu importir minyak mentah terbesar di dunia mengendalikan wabah Covid-19 membuat pemulihan permintaan menjadi cerah.
Ekonomi China bangkit terlebih dahulu ketika negara-negara lain terjerembab ke jurang resesi. Ekonom dan analis meyakini pola pemulihan ekonomi Negeri Panda akan membentuk kurva 'V'.
Geliat ekonomi China membuat permintaan minyak terkerek naik. Selain China, permintaan minyak juga ikut terdongkrak oleh negara dengan populasi besar lain yaitu India.
Pemulihan permintaan minyak lebih ditopang oleh negara-negara di kawasan Asia mengingat negara Barat masih sibuk dengan lockdown yang membatasi mobilitas publik.
Tidak hanya permintaan minyak mentah saja yang mulai berangsur naik. Tren work from home (wfh) membuat perilaku konsumen mengalami pergeseran. Aktivitas belanja secara daring juga ikut menjadi faktor pendorong peningkatan permintaan minyak setelah ambrol.
Pesatnya pertumbuhan e-commerce membuat permintaan terhadap plastik dan produk-produk pengepakan lain untuk pengiriman barang naik. Tentu saja semua produk tersebut adalah turunan minyak sehingga bisa dibilang kebutuhan untuk produk olahan minyak juga mengerek naik permintaan dan harga.
Di saat permintaan berangsur membaik, produksi minyak di berbagai negara terutama negara-negara kartel yang tergabung dalam OPEC+ masih rendah. Para kartel ini berkomitmen untuk tetap menjaga defisit pasokan agar harga minyak tetap terjaga dan tidak lagi longsor.
Setelah OPEC+ sepakat memangkas hampir 10% dari total output global, harga minyak perlahan bergerak ke utara. OPEC+ baru menurunkan kuota pemotongan menjadi 8% dari output global pada Agustus.
Namun fokus OPEC+ terutama Arab Saudi tetap sama yaitu jaga gawang agar harga minyak tidak lagi kebobolan. Arab Saudi bahkan secara sukarela memangkas 1 juta barel per hari (bph) produksinya untuk bulan Februari dan Maret ini, guna mempertahankan defisit di pasar.
Akibat permintaan yang naik dan produksi turun, stok minyak global pun mengalami penurunan signifikan. Badan Energi Internasional (IEA) melaporkan stok minyak global telah menurun 300 juta barel sejak OPEC+ secara agresif memangkas produksinya Mei tahun 2020.
Proyeksi OPEC+ stok minyak global akan kembali terpangkas sebesar 82 juta barel di kuartal pertama ini. Tentu saja ini menjadi katalis positif untuk harga minyak di tengah upaya untuk melakukan vaksinasi Covid-19 yang sudah dimulai sejak awal tahun.
Kenaikan harga minyak mentah juga tak terlepas dari aktivitas spekulasi maupun trading para fund manager. Reuters melaporkan pemilik dana besar (big money) yang biasanya merupakan manajer investasi berupa hedge fund memasang posisi long (beli) kontrak minyak.
Para fund manager ini bertaruh bahwa permintaan minyak bakal terdongkrak karena vaksinasi Covid-19 mulai gencar dilakukan. Bahkan seorang pendiri hedge fund manager yang berbasis di New York Maglan Capital David D Tawil sangat bullish terhadap minyak di tahun ini.
Ia mengatakan bahwa harga minyak berpotensi tembus US$ 70 sampai US$ 80 per akhir tahun ini. Sebelumnya badan energi internasional (IEA) mengatakan bahwa permintaan minyak masih terhambat kenaikan kasus Covid-19 di berbagai negara dan berpotensi membuat pemulihan secara total baru terjadi di tahun 2025.
Para bandar ini juga melihat pasokan minyak tak akan bisa dinaikkan begitu saja meski harga minyak sudah naik. Hal ini disebabkan karena banyak kebijakan yang bergeser ke bauran energi yang lebih ramah lingkungan, seperti di AS misalnya.
Pergerekan harga minyak membuat harga saham-saham di sektor minyak juga ikut terangkat. Di dalam negeri, kenaikan harga minyak Brent juga berimbas pada kenaikan harga minyak mentah acuan lokal atau ICP.
Berdasarkan perhitungan Formula ICP, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) pada bulan Januari 2021 meningkat dibanding bulan Desember 2020 yaitu mencapai US$ 53,17 per barel atau naik sebesar US$ 5,39 per barel dari US$ 47,78 per barel.
Harga saham-saham di sektor minyak mulai dari sektor hulu hingga hilir seperti pendistribusian produk-produk olahan minyak ikut terangkat sejak harga si emas hitam menunjukkan tanda-tanda kenaikan bulan Oktober lalu.
Nilai kapitalisasi pasar PT Medco Energy Tbk (MEDC) dan PT Elnusa Tbk (ELSA) naik hampir 100%. Sementara harga saham PT AKR Korporindo Tbk (AKRA) melesat hampir 26%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mesti Senang atau Sedih? Sepekan Harga Minyak Lompat 5%
