
Isu Konsolidasi Mencuat, Saham Telekomunikasi Bergerak Liar

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten telekomunikasi pada perdagangan sesi pertama Kamis (4/2/2021) pagi ini mulai berterbangan. Isu konsolidasi antar operator menjadi penggerak harga saham dari sektor telekomunikasi.
Penggerak harga saham telekomunikasi terutama selain PT Telkom Indonesia (TLKM) adalah isu dari rencana merger antara PT Indosat Tbk (ISAT) dengan PT XL Axiata Tbk (EXCL) yang kembali mencuat pada hari ini.
Simak pergerakan saham Telekomunikasi ISAT dan EXCL pada perdagangan sesi I hari ini.
Berdasarkan data dari RTI pada pukul 09:35 WIB, saham ISAT telah melesat 8,7% ke posisi Rp 5.625/unit dengan nilai transaksi yang sudah mencapai Rp 42,3 miliar dan volume transaksi yang diperdagangkan mencapai 7,6 juta lembar saham. Investor asing pun memborong saham ISAT di pasar reguler sebanyak Rp 4,56 miliar.
Selanjutnya, saham EXCL melesat 1,71% ke level Rp 2.380/unit pada pagi hari ini. Nilai transaksi saham EXCL mencapai Rp 9 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan mencapai 3,8 juta lembar saham. Namun, asing malah melakukan jual bersih di saham EXCL melalui pasar reguler sebanyak Rp 1,08 miliar.
Seperti deketahui, konsolidasi operator seluler mulai hangat setelah PTÂ Hutchison 3 Indonesia berencana merger dengan Indosat. Dengan penyatuan perusahaan itu diharapkan dapat menyehatkan industri itu telekomunikasi.
Wakil Direktur Utama Tri Indonesia, Danny Buldansyah mengatakan jika perusahaan operator seluler masih ada banyak. Selain itu juga masih ada pembagian spektrum yang tersegmentasi.
Dia mencontohkan pita frekuensi 900 MHz dibagi pada tiga operator, lalu 1800 MHz dengan empat operator dan 2100 MHz dibagi empat operator.
"Ini spektrum jadi kendala untuk menyediakan layanan yang berkualitas tinggi," ungkap Danny webinar "Musim Merger dan Akuisisi Operator Telekomunikasi" Alinea Forum, Rabu (3/2/2021).
Selain itu adapula kompetisi yang membuat adanya perang harga antar operator seluler. Danny juga mengatakan perusahaan juga harus membangun infrastruktur masing-masing.
Tri Indonesia sendiri diketahui mau melakukan Konsolidasi bersama dengan Indosat Ooredoo. Dia pun berharap jika pemerintah bisa memfasilitasi penyatuan tersebut dan menyediakan regulasi yang jelas dan sederhana.
"Diperlukan adanya regulasi yang jelas bahwa entitas baru hasil kondolidasi dapat tetap mengelola seluruh frekuensi. Ini menjadi syarat mutlak frekuensinya tidak diberikan Konsolidasi enggak mungkin terjadi," ungkapnya.
Danny menjelaskan utilisasi spektrum sudah mencapai 70-80% bahkan di beberapa area sudah 100%. Menurutnya Indosat pun melakukan hal yang sama.
Dengan penggabungan dua perusahaan itu, pelanggan pun sama dan tetap harus dilayani menggunakan spektrum yang ada. Jadi menurutnya bila salah satu dikembalikan maka tidak bisa melayani pengguna operator tersebut.
"Sehingga akibatnya akan terjadi penurunan kualitas layanan kepada pelanggan an tentunya tidak kita harapkan," kata Danny.
Menurutnya dengan merger, kinerja operator akan lebih efisien. Layanan jaringan bisa sampai ke pelosok negeri untuk memperkecil digital divide di masyarakat.
"Cara hidup orang pun akan berubah, digital telecommunications Connectivity akan memegang peranan penting. Jadi dengan Konsolidasi nilai perusahaan semakin besar, biaya operasi lebih efisien, kompetisi lebih sehat," kata dia.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengungkapkan berdasarkan kajian Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) idealnya operator di Indonesia cuma tiga operator seluler sementara saat ini ada tujuh operator seluler.
"Jadi peleburan atau konsolidasi di industri ini hampir tak bisa dihindari. Sekarang konsolidasi sifatnya seperti menikah jadi tidak bisa tiba-tiba. Ini business to business, mana yang cocok," terangnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Telkom, Indosat, XL, Siapa Berkinerja Terbaik di Q3?