Goks! 3 Hari Terbang 13,5%, Saham BBNI Lagi On Fire!

Putra, CNBC Indonesia
03 February 2021 15:53
BNI (Dok. BNI)
Foto: BNI (Dok. BNI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah gerak Indeks harga Saham Gabungan (IHSG) yang bergerak liar selama tiga hari terakhir, terdapat satu saham berkapitalisasi pasar besar yang konsisten menghijau.

Adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang sudah berhasil menghijau selama 3 hari beruntun. Pada perdagangan hari ini sendiri BBNI ditutup naik 6,78% ke level harga Rp 6.300/unit, sedangkan selama 3 hari terakhir BBNI sudah terbang 13,5%. Tercatat saat ini kapitalisasi pasar BBNI berada di angka Rp 117 triliun.

Pada perdagangan hari ini sendiri terpantau harga sahamnya terus merangkak naik setelah dibuka di level Rp 6.050/unit dengan rentang harga perdagangan Rp 5.975 - Rp 6.400.

Kenaikan BBNI terjadi dengan nilai transaksi yang cukup meyakinkan di angka Rp 745 miliar. Apresiasi juga dibantu oleh investor asing yang memborong saham BBNI sebanyak Rp 258 miliar pada perdagangan hari ini dan menjadi saham yang paling banyak dikoleksi asing hari ini.

Melesatnya BBNI setelah perbankan terbesar keempat di Indonesia ini merilis kinerja tahunanya dan ekspektasi para pelaku pasar terhadap kinerja BBNI di tahun depan akan sangat cerah.

BBNI sukses mencatatkan laba bersih konsolidasi sepanjang tahun lalu mencapai Rp 3,3 triliun meskipun kondisi pandemi menyerang sektor finansial dengan sangat parah. Terpangkasnya laba bersih BBNI sendiri semata-mata karena angka pencadagan yang naik akibat memenuhi standar akuntansi baru PSAK 71.

"Kami di BNI sepanjang tahun lalu memacu diri agar 2021 menjadi lebih baik dengan membuat lompatan bisnis. Langkah yang kami lakukan, perseroan dapat hasil menggembirakan, pemulihan lebih cepat terwujud," kata Royke Tumilaar, Direktur Utama BNI, dalam paparan virtual di Jakarta, Jumat (29/1/2021).

Dalam kesempatan tersebut,Novita Widya Anggraini, Direktur Keuangan BNI,mengatakan BNI terus beradaptasi di tengah pemulihan, dengan catatan kredit disalurkan 2020 sebesar Rp 586,2 triliun, naik 5,3% yoy (year on year).

Pada tahun 2020, perseroan mampu menjaga NIM(net interest margin) di level 4,5% melalui strategi manajemen biaya dana yang efektif.

BNI mencatatkan biaya dana (cost of fund) yang terus mengalami perbaikan di setiap kuartalnya, terutama pada kuartal IV-2020 yang berada pada level 2,0% atau membaik 60 basis poin (bps) dari kuartal sebelumnya, sehingga biaya dana ataucost of fund(cof) pada akhir 2020 turun menjadi 2,6% dari 3,2% di 2019.

Sementara itu, di tengah kondisi perekonomian yang menantang, katanya, perseroan dapat merealisasikan pendapatan non bunga ataufee based incomeRp 11,9 triliun atau tumbuh 4,5% dari periode yang sama tahun 2019, serta dapat melakukan efisiensi biaya operasional yang hanya tumbuh 2,2% YoY.

"Kedua hal ini menjadi sasaran utama perusahaan selama masa pandemi untuk meredam tekanan pendapatan bunga yang turun 4,0% YoY dalam rangka pemberian stimulus restrukturisasi kredit kepada para debitur yang terdampak oleh pandemi, serta berkontribusi pada pencapaian pertumbuhan laba sebelum provisi dan pajak (PPOP) sebesar Rp 27,8 triliun pada akhir 2020," jelasnya.

"Tahun 2020, BNI mencatatkan laba bersih sebesar Rp 3,3 triliun disertai dengan rasio kecukupan pencadangan atau coverage ratio berada pada level 182,4% lebih besar dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 133,5%."

Dia mengatakan, laba sebelum provisi dan pajak atau sebesar Rp 27,8 triliun pada akhir 2020 mendekati posisi sebelum pandemi Covid.

"Pada 2021, BNI akan melakukan langkah dengan lebih optimis setelah melalui tantangan cukup berat selama masa awal pandemi," katanya.

Pada Desember 2020, penyaluran kredit di segmen korporasi meningkat 7,4% YoY menjadi Rp 309,7 triliun.

Sementara itu, pertumbuhan kredit kepada segmen bisnis kecil masih sustain sebesar 12,3% YoY menjadi Rp 84,8 triliun. Demikian juga kredit konsumer yang masih tumbuh 4,7% YoY menjadi Rp 89,9 triliun pada akhir tahun lalu.

Pertumbuhan kredit segmen kecil terutama disalurkan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR), adapun kredit konsumer sebagian besar tersalurkan dalam bentuk kredit pemilikan rumah dan payroll loan.

Penyaluran kredit tersebut ditopang oleh akumulasi Dana Pihak Ketiga (DPK). Pada akhir tahun 2020, DPK tumbuh 10,6% YoY menjadi sebesar Rp 679,5 triliun.

"Strategi perseroan untuk terus fokus pada peningkatan dana murah tercermin dari rasio CASA pada akhir Desember 2020 yang berada di level 68,4% atau meningkat 160 bps secara YoY. Upaya perseroan dalam peningkatan CASA berhasil menekan biaya dana pihak ketiga. Dampak positif dari penurunan biaya dana pihak ketiga ini diteruskan oleh bank kepada nasabah dalam bentuk penurunan suku bunga kredit."

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular