
Bandar & Ritel Kompak 'Mainin' Perak, Harganya Melesat!

Jakarta, CNBC Indonesia - Perak tiba-tiba mengejutkan pasar setelah harganya meroket dalam 3 hari terakhir hingga menyentuh level tertinggi dalam 8 tahun terakhir. Aksi investor ritel di Wall Street yang memborong saham GameStop (GME) ikut menjalar ke perak, yang membuat harga salah satu logam mulia ini meroket.
Namun, berbeda dengan GME, fundamental perak cukup bagus yang membuat kenaikan harganya menjadi wajar, walaupun juga tidak secepat 3 hari terakhir.
Melansir data Refinitiv, dalam 3 hari perdagangan sebelumnya, harga perak total melesat nyaris 15% ke US$ 28,97/ons. Kemarin, perak bahkan sempat menyentuh level US$ 30/ons untuk pertama kalinya sejak 8 Mei 2012.
Kenaikan tajam tersebut memicu aksi ambil untung di yang membuat perak merosot 4,3% ke US$ 28,1/ons pada hari ini, Selasa (2/2/2021) pukul 16:33 WIB.
Akibat lonjakan harga tersebut, Commodity Futures Trading Commission (CFTC) Amerika Serikat (AS) mengatakan "mengawasi dengan seksama" pasar perak, sebab terjadi setelah kasus GME.
Kasus tersebut bermula dari aksi short selling atau transaksi jual kosong (menjual saham yang belum dimiliki) yang dilakukan oleh para bandar (hedge funds managers) di Wall Street terhadap saham GameStop, para trader yang tergabung dalam forum Reddit WallStreetBets kompak melakukan aksi perlawanan.
Aksi beli masal saham GME oleh para trader ritel ternyata mampu membuat sahamnya meroket. Melvin Capital salah satu bandar yang melakukan shorting terhadap saham tersebut dilaporkan menderita kerugian lebih dari 50% di bulan Januari.
Namun, berbeda dengan kasus GME, pemain besar alias bandar dan ritel tampaknya kompak membuat harga perak melesat. Sebab secara fundamental perak terlihat menjanjikan.
Perekonomian global yang diprediksi membaik setelah merosot akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19), membuat outlook perak menjadi cerah.
Saat perekonomian perlahan bangkit, maka industri kembali berekspansi, efeknya permintaan perak sebagai bahan baku tentunya meningkat.
Perak memang digunakan di banyak industri, peralatan rumah tangga, komputer, handphone, hingga industri otomotif menggunakan perak sebagai bahan baku. Sehingga permintaan untuk industri menjadi penopang utama kenaikan harga perak.
Berdasarkan data Metal Focus, pada tahun 2019 lalu, demand perak secara global mencapai 991,8 juta ons, mengalami kenaikan 0,35% dibandingkan demand tahun 2018. Dari total tersebut sebanyak 510,9 juta ons perak atau sekitar 51% digunakan untuk keperluan industri. Permintaan perak untuk industri selalu konsisten di atas 50%.
Setelah keperluan industri, perak yang digunakan menjadi perhiasan berada di urutan kedua, dan untuk keperluan investasi berada di urutan ketiga.
Melihat prospek tersebut, banyak investor institusional memprediksi harga perak di tahun ini akan melesat.
"Meski komoditas menunjukkan kinerja yang bagus di tahun ini, tetapi perak bisa memberikan potensi keuntungan yang lebih besar ketimbang emas," kata direktur pelaksana CIBC Capital Markets, Anita Soni, sebagaimana dilansir Kitco, Senin (11/1/2021).
Sementara itu, Bank of Amerika juga memberikan proyeksi yang senada. Perak diperkirakan akan lebih unggul ketimbang emas. Di tahun ini, perak diprediksi mencapai US$ 31/ons.
"Perak investasi yang akan kami mainkan, melihat kenaikan permintaan untuk panel surya," kata analsi Bank of America dalam sebuah laporan yang dikutip Kitco.
Hasil survei yang dilakukan Kitco di awal tahun ini menunjukkan pelaku pasar memprediksi harga perak melesat di tahun. Dari 1.770 responden, sebanyak 53% memprediksi perak akan mencapai kisaran US$ 30-39/ons di akhir tahun ini, akan mencapai US$ 38/ons di tahun ini, dan sebanyak 39% memprediksi perak akan mencapai US$ 40 sampai US$ 50/ons.