Analisis Teknikal

Rupiah Siapkan Tameng, Dolar AS Lagi Ngamuk!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 January 2021 08:59
Karyawan menunjukkan pecahan uang dollar di salah satu tempat penukaran uang di kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jumat (16/3/2018). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tipis 0,04% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.035/US$ pada perdagangan Rabu kemarin.

Rupiah masih mampu menguat meski Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dalam laporan terbarunya yang bertajuk World Economic Outlook, IMF merevisi turun prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,8% untuk 2021. Lebih rendah 1,3 poin persentase dibanding perkiraan pada Oktober tahun lalu.

Namun, pada perdagangan hari ini, Kamis (28/1/2021) rupiah berisiko tertekan, sebab dolar AS sedang "mengamuk" pasca pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed)

Indeks dolar AS kemarin melesat 0,53% dan berlanjut naik 0,08% ke 90,717 pagi ini. The Fed dalam pengumuman kebijakan moneter dini hari tadi mempertahankan suku bunga < 0,25% dan program pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan.

Meski demikian, The Fed dianggap menunjukkan sikap netral yang membuat dolar AS menguat.

"The Fed konsisten dalam beberapa bulan terakhir melihat risiko masih tueun, tapi kami bisa melihat sikap lebih netral diambil saat ini. Itu artinya ada perubahan yang sedikit hawkish di para komite pembuatan kebijakan moneter," kata John Velis, ahli strategi makro di BNY Mellon, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (28/1/2021).

Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih tertahan di atas Rp 14.000/US$ meski sempat dijebol pada Kamis (21/1/2021). Sehari sebelumnya, rupiah membentuk pola Black Maubozu.

Rupiah kemarin membuka perdagangan di level Rp 14.050/US$, dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.020/US$, atau menguat 0,21%. Level terlemah rupiah sama dengan level pembukaan, sementara level terkuat sama dengan level penutupan, sehingga secara teknikal masih mengukir pola Black Marubozu.

Black Marubozu kerap dijadikan sinyal harga suatu instrumen akan menurun lebih lanjut. Dalam hal ini, nilai tukar dolar AS melemah melawan rupiah.

Rupiah saat ini masih berada di bawah 14.050/US$, yang merupakan level atas Black Marubozu, sehingga pola tersebut masih berpotensi memicu penguatan rupiah.

Mata Uang Garuda juga masih di bawah rerata pergerakan (moving average/MA) 50 hari atau MA 50 (garis hijau). Sehingga ruang penguatan terbuka cukup besar.

Pada November 2020 lalu terjadi death cross alias perpotongan MA 50 hari, MA 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200). Death cross terjadi dimana MA 50 memotong dari atas ke bawah MA 100 dan 200.

Death cross menjadi sinyal suatu aset akan berlanjut turun. Dalam hal ini USD/IDR, artinya rupiah berpotensi menguat lebih jauh.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Sementara itu, indikator stochastic bergerak mendatar dan cukup jauh dari wilayah jenuh jual (oversold) atau pun jenuh beli (overbought). 

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Support terdekat masih di level psikologis Rp 14.000/US$, selama tertahan di atasnya rupiah berisiko melemah ke Rp 14.050/US$, sebelum menuju Rp 14.080 sampai 14.100/US$ yang merupakan resisten terdekat di pekan ini.

Sementara jika level psikologis ditembus, rupiah menguat ke Rp 13.970/US$. Kemampuan melewati level tersebut akan membawa rupiah menguat ke Rp Rp 13.940 hingga Rp 13.900/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular