
IHSG Anjlok 1% Saham CPO Tetap Bertahan, Ini Penyebabnya ?

Jakarta, CNBC Indonesia - Komoditas minyak sawit mentah alias Crude Palm Oil (CPO) kembali menjadi menjadi idola setelah harganya melesat pasca produksi yang turun karena banjir di daerah produsen sawit di Kalimantan dan Sumatera.
Harga kontrak futures (berjangka) komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di Bursa Malaysia Derivatif Exchange sendiri berada di kisaran level RM 3.284/ton naikdari posisi terendah selama sepekan terakhir RM 3.221/ton di angka untuk kontrak pengiriman April. Cuaca ekstrem yang melanda kawasan produksi kelapa sawit menjadi salah satu sentimen pemicunya.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah mewanti-wanti akan adanya fenomena La Nina. Fenomena iklim ini akan menyebabkan terjadinya hujan lebat dan cuaca ekstrem yang berpotensi menimbulkan banjir.
Kenyataannya banjir memang melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Beberapa daerah yang terkena banjir adalah Sumatra Selatan dan Kalimantan Selatan. Keduanya juga merupakan wilayah sentra produksi sawit.
Apabila mengacu pada data Kementerian Pertanian, total area perkebunan kelapa sawit di wilayah Sumatra Selatan mencapai hampir 1,2 juta hektare sementara di Kalimantan Selatan luasnya mencapai hampir 565 ribu hektare.
Hujan lebat dan banjir tentu menjadi salah satu faktor yang mengganggu rantai pasok industri sawit. Berbagai aktivitas di perkebunan menjadi terhambat. Cuaca yang terlalu ekstrem dan banjir bandang tentu saja menjadi ancaman bagi produksi komoditas ini, sehingga mengerek harganya naik.
Bahkan polling Reuters memprediksikan harga minyak nabati akan kembali terbang ke level tertingginya dalam 9 tahun terakhir. Reuters menyebutkan CPO dari 2 negara penghasil minyak nabati terbesar di dunia produksinya akan membaik di tahun ini dan akan membuat harga kembali volatil, bahkan berpotensi kenaikan harga mencapai level tertingginya
Harga CPO sempat menembus level tersebut awal tahun ini setelah melesat ke level RM 3.800/ton karena masalah produksi.
"2021 akan menjadi tahun yang penuh turbulensi. Pasar berkespektasi terhadap banyaknya volatilitas karena harga CPO sudah terbang di atas ekspektasi," ujar Christopher Chai, General Manager dari Kwantas Corp.
Output CPO global terkontraksi tahun lalu setelah diserang oleh hijan deras akibat La Nina dan kurangnya tenaga kerja karena pandemi corona yang mengakibatkan suplai CPO dari Indonesia dan Malaysia anjlok, dimana kedua negara tersebut menyuplai 85% produksi CPO global.
Sontak saja akibat kabar baik ini saham-saham minyak sawit dalam negeri mayoritas memberikan respons yang positif meskipun IHSG terkoreksi parah 1,06%.
Terpantau dari 6 emiten CPO raksasa dengan nilai perdagangan likuid berhasil menghijau pada perdagangan hari ini 4 diperdagangkan menghijau sedangkan 2 terkoreksi.
Kenaikan paling pesat pada perdagangan hari ini masih dibukukan oleh PT Tunas Baru Lampung Tbk (BWPT) yang berhasil melesat 4,69% ke level harga Rp 1.005/unit. Sedangkan posisi kedua diisi oleh PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) yang naik 0,46% ke level Rp 1.095/unit.
Untuk emiten sawit dengan kapitalisasi pasar terbesar di BEI yakni PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) juga berhasil melesat 0,21%. Anak usaha Grup Astra di sektor agribisnis ini menjadi emiten sawit dengan kenaikan terbesar ke dua dan sementara ini diperdagangkan di harga Rp 11.850/unit.
Sedangkan koreksi paling parah hari ini dibukukan ole PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) yang anjlok 5,67% ke level Rp 134/unit
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500