
Biden-Perry Buat Rupiah Melesat ke Rp 13.980/US$ & Juara Asia

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah membukukan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Kamis (21/1/2021), bahkan hingga menembus ke bawah Rp 14.000/US$. Dolar AS yang sedang lesu berhasil dimanfaatkan rupiah untuk menguat. Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga membuat rupiah perkasa.
Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14% ke Rp 14.000/US$. Setelahnya sempat mengalami koreksi hingga melemah tipis 0,04% ke Rp 14.025/US$.
Tetapi setelahnya rupiah kembali bangkit, hingga menguat hingga 0,29% ke Rp 13.980/US$ di akhir perdagangan.
Dengan penguatan tersebut, rupiah membukukan penguatan 3 hari beruntun. Selain itu, rupiah juga menjadi yang terbaik di Asia. Mata uang Asia bervariasi pada perdagangan hari ini, selain rupiah hanya ringgit Malaysia yang menguat cukup tajam.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:13 WIB.
Seiring dengan penguatan rupiah tersebut, indeks dolar AS juga terus menurun. Kemarin, indeks yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam tersebut mencatat penurunan 2 hari beruntun, dan hari ini berlanjut minus 0,12% ke 90,370.
Tekanan bagi dolar AS menguat setelah Joseph 'Joe' Biden yang resmi dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) ke-46 pada Rabu waktu setempat.
Selain pelantikan Biden, Senat AS yang sebelumnya dikuasai oleh Partai Republik, kini dikuasai oleh Partai Demokrat. Sehingga blue wave atau kemenangan penuh Partai Demokrat berhasil dicapai.
Parlemen AS menganut sistem 2 kamar, House of Representative (DPR) yang sudah dikuasai Partai Demokrat sejak lama, dan Senat yang pada rezim Donald Trump dikuasai Partai Republik.
Dengan dikuasainya DPR dan Senat, tentunya akan memudahkan dalam mengambil kebijakan, termasuk dalam meloloskan paket stimulus fiskal US$ 1,9 triliun.
Saat stimulus tersebut cair, maka jumlah uang bereda di perekonomian AS akan bertambah, dan dolar AS berisiko tertekan.
Selain itu, BI pada hari ini mempertahankan suku bunga acuan 3,75%, sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia.
Selain itu, Gubernur Perry juga memberikan outlook & poin-poin RDG BI di 2021, sebagai berikut:
- BI memproyeksikan PDB Indonesia pada 2021 dalam range 4,8%-5,8%
- BI melihat defisit transaksi berjalan (CAD/Current Account Deficit) diperkirakan 1,2% dari PDB pada 2021
- BI memandang penguatan nilai tukar rupiah akan berlanjut di 2021 karena sampai saat ini rupiah masih undervalue
- BI memproyeksikan inflasi 2021 berada pada range 2%-4%
- Penurunan suku bunga kredit perbankan diproyeksikan berlanjut di 2021
- BI masih membeli SBN pemerintah di pasar perdana pada 2021 sebagai bentuk Burden Sharing
- Pertumbuhan kredit masih terbatas, BI melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif untuk mendorong pertumbuhan kredit di 2021.
Dengan dipertahankannya suku bunga, penguatan rupiah menjadi terakselerasi. Sebab jika suku bunga kembali diturunkan, maka yield obligasi di Indonesia juga akan menurun. Hal ini dapat membuat capital inflow menjadi seret, bahkan tidak menutup kemungkinan terjadi outflow yang bisa menekan rupiah.
Sebab selisih yield dengan negara-negara maju, misalnya dengan AS akan menyempit, hal itu membuat Indonesia sebagai negara berkembang menjadi kurang menarik.
Negara berkembang memiliki risiko investasi yang lebih tinggi ketimbang negara maju, sehingga untuk menarik aliran investasi diperlukan yield yang lebih tinggi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar AS Balas Dendam, Rupiah Dibikin KO Hari Ini
