
Demokrat Kuasai Kongres AS, Rupiah Bisa Tembus Rp 14.000/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat 0,21% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.020/US$ pada perdagangan Rabu kemarin. Rupiah berpeluang kembali menguat pada perdagangan hari ini, Kamis (21/1/2021) bahkan menembus ke bawah Rp 14.000/US$, melihat indeks dolar AS yang sedang lesu.
Kemarin, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut turun 0,07% ke 90,433. Tekanan bagi dolar AS menguat setelah Joseph 'Joe' Biden yang resmi dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) ke-46 berpeluang pada Rabu waktu setempat.
Selain pelantikan Biden, Senat AS yang sebelumnya dikuasai oleh Partai Republik, kini dikuasai oleh Partai Demokrat. Sehingga blue wave atau kemenangan penuh Partai Demokrat berhasil dicapai, Kongres (DPR dan Senat) berhasil dikuasai. Hal ini tentunya memudahkan Biden dalam mengambil kebijakan, termasuk dalam meloloskan paket stimulus US$ 1,9 triliun.
Saat stimulus tersebut cair, maka jumlah uang bereda di perekonomian AS akan bertambah, dan dolar AS berisiko tertekan.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) siang nanti.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate tetap bertahan di 3,75%. Stabilitas rupiah menjadi salah satu alasan BI diramal mempertahankan suku bunga acuannya.
Jika suku bunga kembali diturunkan, maka yield obligasi di Indonesia juga akan menurun, hal ini dapat membuat capital inflow menjadi seret, bahkan tidak menutup kemungkinan terjadi outflow yang bisa menekan rupiah. Sebab selisih yield dengan negara-negara maju, misalnya dengan AS akan menyempit, hal itu membuat Indonesia sebagai negara berkembang menjadi kurang menarik.
Negara berkembang memiliki risiko investasi yang lebih tinggi ketimbang negara maju, sehingga untuk menarik aliran investasi diperlukan yield yang lebih tinggi.
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR kemarin membentuk pola Black Maubozu.
Rupiah kemarin membuka perdagangan di level Rp 14.050/US$, dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.020/US$, atau menguat 0,21%. Level terlemah rupiah sama dengan level pembukaan, sementara level terkuat sama dengan level penutupan, sehingga secara teknikal masih mengukir pola Black Marubozu.
Black Marubozu kerap dijadikan sinyal harga suatu instrumen akan menurun lebih lanjut. Dalam hal ini, nilai tukar dolar AS melemah melawan rupiah.
Rupiah juga bergerak di bawah rerata pergerakan (moving average/MA) 50 hari atau MA 50 (garis hijau). Sehingga ruang penguatan terbuka cukup besar.
Pada November 2020 lalu terjadi death cross alias perpotongan MA 50 hari, MA 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200). Death cross terjadi dimana MA 50 memotong dari atas ke bawah MA 100 dan 200.
Death cross menjadi sinyal suatu aset akan berlanjut turun. Dalam hal ini USD/IDR, artinya rupiah berpotensi menguat lebih jauh.
![]() Foto: Refinitiv |
Sementara itu, indikator stochastic bergerak mendatar dan cukup jauh dari wilayah jenuh jual (oversold) atau pun jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Support terdekat berada di level psikologis Rp 14.000/US$, yang di awal pekan lalu menahan penguatan rupiah. Jika berhasil ditembus rupiah berpeluang menguat ke level Rp 13.940 hingga Rp 13.900/US$ di pekan ini.
Peluang penguatan lebih jauh akan terbuka cukup lebar jika rupiah mampu mengakhiri perdagangan di bawah level Rp 13.900/US$.
Sementara jika kembali ke atas Rp 14.070 rupiah berisiko melemah ke Rp 14.100/US$ hingga Rp 14.135/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'
