Saham Nikel Anjlok, ANTM, TINS & NIKL Kena ARB Lagi

Putra, CNBC Indonesia
19 January 2021 13:54
Layar monitor menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan saham. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Layar monitor menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan saham. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga saham-saham yang bergerak di sektor produksi nikel akhirnya terkoreksi parah hingga menyentuh level terendah yang diijinkan oleh regulator alias ARB pada perdagangan hari ini

Koreksi ini terjadi di tengah aksi ambil untung para investor setelah saham-saham ini melesat kencang sepekan terakhir yang sudah berlangsung selama 2 hari berturut-turut.

Saham emiten nikel sendiri sebelumnya melesat karena sentimensuper cyclekomoditas dimana nantinya harga komoditas nikel diprediksi akan tembus US$ 20.000/ton.

Simak harga kinerja saham-saham nikel yang melantai di bursa pada hari ini.

Terpantau pada perdagangan hari ini harga saham-saham produsen nikel semuanya terpaksa diperdagangkan di zona merah dimana 5 emiten nikel seluruhnya terkoreksi bahkan 3 diantaranya anjlok menyentuh level ARB dan hanya 1 yang stagnan.

Koreksi saham-saham produsen nikel yang paling parah dicatatkan oleh PT Timah Tbk (TINS) yang anjlok hingga 6,88% ke level harga Rp 2.030/unit.TINS yang kemarin lusa sempat melesat kencang juga terpaksa anjlok hingga ARB pada perdagangan kemarin dan hari ini.

Sedangkan posisi kedua depresiasi saham nikel terjadi pada emiten Pelat Merah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM)yang juga anjlokparah6,87% ke levelARB-nya diharga Rp2.710/unit.

Selanjutnya emiten nikel lain yang terkoreksi hingga level ARB adalah PT Pelat Timah Nusantara Tbk(NIKL) yang terkoreksi6,74% ke level harga Rp1.660/unit.

Selain aksi profit taking para investor, ANTM juga mendapatkan sentimen negatif lain yakni ANTM dituntut membayar kerugian senilai Rp 817,4 miliar atau setara 1,1 ton emas (1.136 kilogram emas) kepada Budi Said.Meskipun demikian keputusan ini belum inkracht dan ANTM sudah menunjukkan niat untuk naik banding.

Sedangkan emiten nikel yang stagnan hari ini hanyalah PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) yang stagnan di level harga Rp 194/unit.

Nikel sendiri merupakan salah satu logam hasil tambang yang digunakan untuk berbagai keperluan. Di pasar dikenal ada dua jenis nikel yaitu nikel kelas I dan kelas II. Nikel kelas II banyak digunakan untuk pembuatan stainless steel, sementara kelas I digunakan untuk produk lain seperti komponen baterai mobil listrik.

Sentimen makin maraknya penggunaan mobil listrik dan tren penjualan mobil listrik yang meningkat membuat harga nikel mengalami kenaikan yang pesat. Outlook harga nikel untuk tahun 2021 pun positif.

DBS dalam laporannya menyebut harga nikel tahun ini bakalbullishdan tembus ke atas US$ 20.000/ton. Hal tersebut karena ditopang oleh adanya defisit pasokan nikel di saat permintaan sedang naik-naiknya. Tren ini terutama terjadi untuk nikel kelas I yang banyak digunakan untuk baterai mobil listrik.

Proyeksi DBS, permintaan nikel kelas I akan tumbuh 5,9% setiap tahunnya sampai 2025. Untuk periode yang sama pasokan nikel kelas I hanya tumbuh 3,3%.

Sementara itu, untuk nikel Kelas II keseimbangan di pasar tetap terjaga tahun ini, bahkan hingga 2025 seiring dengan kuatnya peningkatan kapasitas nikel pig iron (NPI) di Indonesia mengimbangi penurunan produksi Cina dan pertumbuhan permintaan nikel untuk stainless steel.

Lebih lanjut DBS memprediksi volume penjualan mobil listrik akan naik 24% per tahun secara compounding(CAGR) ke 22,3 juta unit pada tahun 2030. Kenaikan penjualan mobil listrik tentu akan mengerek permintaan nikel kelas I seiring dengan minat yang tinggi untuk penggunaan baterai yang menggunakan nikel.

Permintaan nikel untuk baterai mobil listrik akan tumbuh sebesar 32% (CAGR) pada 2019-2030 sehingga meningkatkan konsumsi nikel untuk baterai yang dapat diisi ulang hingga 24% per tahun menjadi 1,27 juta ton pada tahun 2030.

"Oleh karena itu, kami memperkirakan kontribusi baterai isi ulang terhadap konsumsi nikel akan meningkat hingga 30% pada 2030 dari hanya 5% pada 2019." tulis DBS dalam laporannya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular