
Maaf Rupiah Kena 'Gebuk', Dolar AS Sedang Beringas

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah mencatatkan kinerja negatif pada pekan ini. Dolar AS yang sudah tertekan ke level terendahnya dalam dua setengah tahun terakhir mulai bangkit dan mengorbankan mata uang lain termasuk rupiah.
Di arena pasar spot rupiah ditutup di Rp 14.010/US$. Di awal pekan rupiah cenderung terkoreksi tajam. Bahkan mata uang Garuda tersebut sempat terdepresiasi 1% di hadapan dolar AS.
Namun koreksi rupiah mulai terpangkas di perdagangan hari kedua hingga akhir pekan. Rupiah pun akhirnya harus tertekan 0,21% terhadap greenback. Di saat yang sama indeks dolar yang mengukur posisi mata uang Paman Sam terhadap mata uang lain mengalami kenaikan 0,73%.
Rupiah berada di peringkat ketiga dengan kinerja paling buruk jika dibandingkan dengan mata uang utama Asia lainnya. Kinerja rupiah masih lebih baik dari Won Korea yang terdepresiasi hampir 1% di hadapan dolar AS dan Dolar Singapura yang tertekan 0,45%.
Sementara itu, Rupee India dan Baht Thailand menjadi mata uang Benua Kuning yang membukukan kinerja paling baik dengan apresiasi lebih dari 0,2% terhadap greenback.
Pasca terkoreksi cukup tajam, nilai tukar rupiah cenderung menguat ditopang oleh sentimen domestik maupun global. Dari dalam negeri sentimen positif yang membantu rupiah memangkas koreksinya adalah dimulainya program vaksinasi Covid-19 secara masal.
Setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan restu untuk menggunakan vaksin Covid-19 yang dikembangkan Sinovac, Presiden Jokowi menjadi orang pertama yang disuntikkan vaksin.
Dalam unggahannya di instagram, Jokowi mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja pasca disuntik dan hanya mengalami gejala ringan yang tidak serius. Setelahnya para jajaran pejabat hingga publik figur pun ikut divaksinasi.
Indonesia telah mengamankan sebanyak 3 juta dosis vaksin Covid-19 dari Sinovac akhir tahun lalu dan ditargetkan untuk memperoleh setidaknya 400 juta dosis vaksin untuk program vaksinasi masal masyarakat RI.
Tidak hanya mendapat vaksin dalam bentuk jadi, sebanyak 15 juta bahan baku vaksin Covid-19 juga sudah diterima RI. Kenaikan harga komoditas terutama untuk batu bara dan nikel juga membuat saham-saham di sektor pertambangan melesat.
Sentimen yang juga turut mengerek kinerja rupiah dalam memangkas koreksinya adalah rencana stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun yang diajukan oleh Presiden Terpilih AS Joe Biden. Stimulus ini diharapkan mampu mendongkrak perekonomian yang sudah sekarat akibat pandemi Covid-19.
Tren kebijakan makroekonomi global yang akomodatif juga turut menjadi katalis positif rupiah.
Sentimen yang juga turut mengerek kinerja rupiah dalam memangkas koreksinya adalah rencana stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun yang diajukan oleh Presiden Terpilih AS Joe Biden. Stimulus ini diharapkan mampu mendongkrak perekonomian yang sudah sekarat akibat pandemi Covid-19.
Kebijakan fiskal yang ekspansif juga dibarengi dengan kebijakan moneter ultra longgar. Setelah terjadi kenaikan imbal hasil nominal obligasi pemerintah AS ke atas 1%, The Fed sebagai bank sentral AS menegaskan bahwa kebijakan moneter akomodatif masih akan tetap dipertahankan.
Hal tersebut disampaikan oleh sang ketua Jerome Powell. Menurut pria yang berusia 67 tahun tersebut mengatakan bahwa menaikkan suku bunga acuan baru tak akan terjadi dalam waktu dekat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS