
Bisik-Bisik Tapering, Buat Rupiah Sulit Tembus Rp 14.000/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah akhirnya menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu kemarin, setelah melemah dalam 4 hari beruntun.
Melansir data Refinitiv, rupiah menguat 0,46% ke Rp 14.055/US$ kemarin setelah melemah 1,73% dalam 4 hari beruntun.
Indeks dolar AS akhirnya mengalami koreksi Selasa dan kemarin setelah menguat 4 hari beruntun.
Pada Rabu (6/1/2021), indeks dolar AS menyentuh level 89,209, terendah sejak Maret 2018. Tetapi di hari itu juga, indeks dolar AS bangkit dan membukukan penguatan 0,11%, dan berlanjut hingga Senin kemarin.
Total penguatan selama 4 hari perdagangan tersebut sebesar 1,04%, sebelum terkoreksi 0,41% di hari Selasa, tapi berbalik menguat lagi 0,29%.
Pagi ini, indeks dolar AS kembali turun 0,12%.
Pergerakan tersebut mengindikasikan pelaku pasar masih menimbang-nimbang kemana dolar AS akan melangkah di tahun ini. Sebab, ada "bisik-bisik" di pasar jika bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan memangkas nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) atau yang dikenal dengan istilah "tapering" di akhir tahun ini, yang berpeluang membuat dolar AS perkasa. Di sisi lain, semakin banyak analis mata uang yang memprediksi dolar AS masih akan melemah hingga 2 tahun ke depan.
Hal tersebut membuat rupiah naik turun belakangan ini, meski ada peluang kembali menguat pada perdagangan hari ini, Kamis (14/1/2021), tetapi akan perlu tenaga ekstra untuk kembali menembus ke bawah Rp 14.000/US$.
Sentimen positif bagi rupiah juga datang dari dimulainya proses vaksinasi massal di Indonesia, sejak kemarin pagi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Warga Negara Indonesia pertama yang mendapat suntikan vaksin CoronaVac buatan perusahaan farmasi asal China, Sinovac.
Secara teknikal, rupiah berhasil kembali ke bawah rerata pergerakan (moving average/MA) 50 hari atau MA 50 (garis hijau). Sehingga ruang penguatan terbuka cukup besar.
Pada November 2020 lalu terjadi death cross alias perpotongan MA 50 hari, MA 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200). Death cross terjadi dimana MA 50 memotong dari atas ke bawah MA 100 dan 200.
Death cross menjadi sinyal suatu aset akan berlanjut turun. Dalam hal ini USD/IDR, artinya rupiah berpotensi menguat lebih jauh.
![]() Foto: Refinitiv |
Rupiah yang kembali ke bawah MA 50 artinya pola death cross akan berlanjut yang bisa membawa Mata Uang Garuda kembali perkasa.
Sementara itu, indikator stochastic pada grafik harian mulai keluar dari wilayah jenuh jual (oversold), sehingga tekanan terhadap rupiah sedikit berkurang.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Support terdekat berada di level Rp 14.050/US$, jika ditembus rupiah berpeluang menguat ke level psikologis Rp 14.000/US$. Penembusan di bawah level psikologis akan membawa rupiah menguat lebih jauh.
Sementara jika kembali ke atas Rp 14.100 rupiah berisko melemah ke Rp 14.135/US$ hingga Rp 14.170/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'
