
RI Resmi Mulai Vaksinasi Massal, Rupiah Langsung Juara Asia!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah akhirnya menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (13/1/2020), setelah membukukan pelemahan dalam 4 hari beruntun, dengan total 1,73%. Dolar AS yang akhirnya mengendur dan dimulainya vaksinasi massal di Indonesia membuat rupiah bertenaga.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,28% ke Rp 14.080/US$. Apresiasi rupiah bertambah hingga 0,5% ke Rp 14.050/US$.
Penguatan rupiah sedikit terpangkas, di penutupan perdagangan berada di level Rp 14.055/US$, menguat 0,46%.
Dengan penguatan tersebut, rupiah menjadi juara alias mata uang dengan kinerja terbaik di Asia pada hari ini. Hingga pukul 15:06 WIB, hanya mata uang utama Asia bergerak bervariasi, ringgit Malaysia menjadi yang terdekat dari rupiah dengan penguatan 0,37%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Indeks dolar AS akhirnya mengalami koreksi Selasa kemarin setelah menguat 4 hari beruntun. Koreksi tersebut masih berlanjut hingga hari ini.
Pada Rabu (6/1/2021), indeks dolar AS menyentuh level 89,209, terendah sejak Maret 2018. Tetapi di hari itu juga, indeks dolar AS bangkit dan membukukan penguatan 0,11%, dan berlanjut hingga Senin kemarin. Total penguatan selama 4 hari perdagangan tersebut sebesar 1,04%, sebelum terkoreksi 0,41% kemarin.
Patut diingat, faktor-faktor yang membuat dolar AS jeblok hingga nyaris ke level terendah 3 tahun masih ada di tahun ini. Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) masih mempertahankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan, dan suku bunga 0,25% tidak akan dinaikkan hingga tahun 2023.
Kemudian, Presiden AS terpilih Joseph 'Joe' Biden dengan Partai Demokrat juga diperkirakan akan menambah nilai stimulus fiskal.
Sehingga perekonomian AS masih akan banjir likuiditas, secara teori dolar AS masih akan tertekan.
Selain itu, hasil survei terbaru Reuters pada 4 -7 Januari terhadap 70 ahli strategi mata uang, menunjukkan sebanyak 46% memprediksi dolar AS masih akan melemah dalam 1 sampai 2 tahun ke depan. Persentase tersebut naik ketimbang survei bulan Desember lalu sebesar 39%.
Sementara yang memprediksi the greenback akan melemah lebih dari 2 tahun sebesar 10%, sama dengan hasil survei bulan lalu.
Sedangkan yang memprediksi pelemahan dolar AS hanya akan berlangsung selama 3 bulan turun menjadi 14% dari sebelumnya 15%.
Artinya, meski indeks dolar AS sempat rebound belakangan ini, tetapi ke depannya masih berisiko tertekan.
