Onde Mande! Rupiah Bonyok, Ambrol 2% Lebih Sejak Jumat Lalu

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 January 2021 12:39
Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali melemah tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (12/1/2021), melanjutkan kinerja negatif sejak Jumat pekan lalu.

Indeks dolar AS yang bangkit dari level terlemah dalam nyaris 3 tahun terakhir terus memukul rupiah.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% di Rp 14.090/US$. Setelahnya rupiah langsung merosot hingga 0,75% ke Rp 14.185/US$. Posisi rupiah membaik, pada pukul 12:00 WIB berada di level Rp 14.150/US$, melemah 0,5% di pasar spot.

Awal pekan kemarin, rupiah merosot 0,72%, sementara pada hari Jumat ambrol 0,65%. Sehingga dalam 2 hari terakhir plus level terlemah hari ini total pelemahan rupiah sudah lebih dari 2%.

Indeks dolar AS, yang menjadi tolak ukur kekuatan mata uang Paman Sam masih terus melanjutkan tren positif. Melansir data Refinitiv, pada Rabu (6/1/2021), indeks dolar AS menyentuh level 89,209, terendah sejak Maret 2018.

Tetapi di hari itu juga, indeks dolar AS bangkit dan membukukan penguatan 0,11%, dan berlanjut hingga Senin kemarin. Total penguatan selama 4 hari perdagangan tersebut sebesar 1,04%, dan pagi ini masih berlanjut naik 0,14% ke 90,591.

Ekspektasi bangkitnya perekonomian AS di tahun ini, serta kenaikan yield obligasi (Treasury) AS menjadi pemicu bangkitnya indeks dolar AS. Dalam 6 hari terakhir hingga pagi ini, yield Treasury AS tenor 10 tahun sudah naik 23,76 basis poin ke 1,1546% yang merupakan level tertinggi sejak 24 Februari 2020, nyaris 1 tahun terakhir, atau sebelum pandemi penyakit virus corona (Covid-19) menghantam dunia.

Selain itu, pernyataan para pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang menunjukkan optimisme pemulihan ekonomi membuat dolar AS "mengamuk".

"Saya terdorong untuk melihat peningkatan indikator ekspektasi inflasi... Itu yang berusaha kami bantu" kata Thomas Barkin, Presiden The Fed Richmond dalam wawancara degan Reuters Kamis (7/1/2020)

Di tempat berbeda, Presiden The Fed St. Louis, James Bullard mengatakan semua faktor yang akan memicu inflas sudah ada, dari kebijakan moneter dan fiskal. Bullard mengatakan saat ini kebijakan fiskal sangat powerful, dan kemungkinan akan ada tambahan lagi saat pemerintahan Joseph 'Joe' Biden.

Melihat kuatnya dolar AS, rupiah sulit untuk bangkit di sisa perdagangan hari ini. Hal tersebut juga terlihat dari kurs non-deliverable forward (NDF) yang tidak mengalami penguatan signifikan siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.

NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular